The purpose of this study is to compare literary works in the novel Kemarau by Navis and the novel The dry by Jane Harper. The method used in this research is descriptive qualitative research method. In the management of the data generated using the analysis of the theory of sociology of literature. This study uses a comparison table contained in the novel Kemarau by Navis and the novel The Dry by Jane Harper. The results of comparison of social values contained in the two novels, the novel Kemarau by Navis explains social values and the values about life contained in the novel Kemarau by Navis. Meanwhile, Jane Harper's novel The Dry is quite the opposite, but there are still moral values inserted. Through this research, it is hoped that it can increase reader's interest in literary works, and can increase the interest of researchers in comparative literary research. Keywords Novel, Comparative Literature, Drought, Fiction. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SEBASA Vol. 5 No. 1, Mei 2022 Hal. 71-79 SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 SASTRA BANDING NOVEL KEMARAU KARYA NAVIS DENGAN NOVEL THE DRY KARYA JANE HARPER Adya Nitami 1, Dian Hartati 2 1,2,3 Universitas Singaperbangsa Karawang Received 2022-02-25Reviewed 2022-04-29Accepted 2022-05-05 The purpose of this study is to compare literary works in the novel Kemarau by Navis and the novel The dry by Jane Harper. The method used in this research is descriptive qualitative research method. In the management of the data generated using the analysis of the theory of sociology of literature. This study uses a comparison table contained in the novel Kemarau by Navis and the novel The Dry by Jane Harper. The results of comparison of social values contained in the two novels, the novel Kemarau by Navis explains social values and the values about life contained in the novel Kemarau by Navis. Meanwhile, Jane Harper's novel The Dry is quite the opposite, but there are still moral values inserted. Through this research, it is hoped that it can increase reader's interest in literary works, and can increase the interest of researchers in comparative literary research.. Novel, Comparative Literature, Drought, Fiction. 1810631080096 PENDAHULUAN Penelitian berkaitan pada perbandingan karya sastra lokal dan karya sastra luar, peneliti mengkaji nilai-nilai sosial yang terdapat pada novel Kemarau karya Navis dan novel The Dry karya Jane Harper dengan menggunakan pendekatan sosiologi sastra. Karena setiap karya sastra merupakan bentuk sebuah cerminan dari ekspresi diri manusia yang berbeda-beda tercermin dalam novel tersebut. Serta adanya penelitian ini, kita dapat memahami nilai-nilai sosial yang ada pada masyarakat, terutama pada hakikat kedudukan manusia dengan alam, serta memanusiakan manusia. Pada hakikatnya moral ialah perilaku baik/buruknya perilaku manusia terhadap lingkungan sekitar yang dapat mempengaruhi keadaan sekitar. Pada novel Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper, terdapat nilai moral yang berkaitan dengan kemanusiaan terhadap sesama, maupun terhadap lingkungan keluarga. Pentingnya saling menjaga dan saling tolong-menolong serta pentingnya iman dalam kehidupan sangat berpengaruh dalam berperilaku. Pada novel Kemarau karya Navis terlihat jelas bahwa dengan adanya musibah kemarau berkepanjangan dapat terlihat nilai sosial yang ada, kebersamaan, ide kreatif, gotong-royong, sabar dapat terlihat jelas pada novel tersebut. SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 Sedangkan pada novel The dry karya Jane Harper, kekeringan pada iman mengakibatkan teka-teki dalam hidup, timbulkan penyakit hati pada saudara kandung mengakibatkan tidak adanya toleransi terhadap keluarga. Mengakibatkan adanya saling melukai bahkan saling membunuh sesama keluarga. Mengakibatkan pada novel tersebut kurangnya nilai moral disertai iman yang kuat. Novel merupakan karya sastra yang sekaligus disebut fiksi atau cerita rekaan. Menurut Nurgiyantoro 201510-13, novel mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang kompleks. Dibangun dengan menggunakan unsur pembangun atau dengan unsur-unsur cerita seperti unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Novel juga termasuk dalam jenis prosa, karena di dalam novel terdapat unsur fiksi atau sebuah rekaan. Menurut Aminnudin 201566 prosa fiksi adalah majas atau cerita yang diperankan oleh pelaku tertentu dengan tokoh, setting dan tahapan serta rangkaian cerita yang berangkat dari imajinasi pengarang sehingga menjadi sebuah cerita. Dalam prosa fiksi yang sering kita jumpai dalam bentuk cerpen, novel, roman, dan novelet yang berisi cerita dalam bentuk imajinasi dan novel merupakan salah satu jenis prosa fiksi yang dikenal oleh semua kalangan. Menurut Nurgiyantoro 20152 prosa adalah sebuah karya sastra yang berupa fiksi fiction, teks naratif narrative text, atau wacana naratif narrative discource, selain itu novel sering juga disebut sebagai prosa fiksi. Nurhasanah, 2014 Sastra adalah sebuah karya seni yang indah, dapat berupa tulisan dengan menggunakan Bahasa sebagai ide-ide yang imajinatif. Susastra berarti karangan atau lukisan yang baik dan indah. Kesusastraan berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang ditulis dengan Bahasa yang indah. Sastra Sanskerta Shastra merupakan kata serapan dari Bahasa Sanskerta Sastra’, yang berarti “teks mengandung instruksi” “atau pedoman”, dari kata dasar Sas’ yang berarti “instruksi” atau “ajaran” dan Tra’ yang berarti “alat” atau “sarana”. Dalam Bahasa Indonesia kata ini bias digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti keindahan tertentu. Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bias dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan sastra oral. Menurut Swingewood dalam Faruk, 2017 1 mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang ilmiah dan bersifat objektif tentang manusia dan masyarakat, ilmu tentang pranata dan proses sosial. Jadi dapat dikatakan bahwa sosiologi sastra adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, perilaku sosial yang saling berhubungan dalam kehidupan bermasyarakat. Kurangnya penelitian terkait sastra banding yang berkaitan dengan karya sastra lokal dan karya sastra luar negeri membuat penulis meneliti hal tersebut. Hal ini dapat meningkatkan kualitas dunia sastra, terutama pada minat baca yang membuat ke seruan tersendiri bagi pembacanya, mengenai SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 perbandingan sebuah karya yang sangat luar biasa. Maka dari itu penelitian ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas karya sastra pada perkembangan zaman, dan tentunya dapat meningkatkan minat baca terhadap karya sastra. Pada penelitian ini sangat diharapkan dapat menarik minat baca sehingga perkembangan literasi semakin berkembang. Maka dari itu dengan adanya penelitian ini dapat memicu peneliti lain, untuk meneliti mengenai sastra banding yang masih minim dalam penelitian. Pada penelitian ini sangat diharapkan adanya penelitian sastra banding yang lebih meluas untuk kedepannya. Perbandingan mengenai nilai-nilai sosial yang terdapat pada kedua novel memiliki pesan yang tersirat. Hal tersebut dapat diambil pada pesan moral yang disampaikan oleh penulis. Pada perbandingan karya sastra terdapat pembelajaran terutama mengenai kekeringan’ tentunya memiliki makna yang berbeda. Pada novel Kemarau dapat diartikan sebagai kekeringan dikarenakan musim kemarau, sedangkan pada novel The Dry mengenai kekeringan terhadap iman, dikarenakan adanya konflik hingga terjadinya pembunuhan. Relevansi data penelitian pernah dilakukan oleh Sanubari 2021 yang berjudul Kajian Ekspresif Terhadap Novel Kemarau Karya Navis. Penelitian ini fokus membahas kehidupan tokoh utama saja. Kenyataannya di balik itu, budaya, sindiran, dan ketaatan beragama dikemas dengan rapi di dalamnya. Hasil kajian menunjukkan karya sasra secara ekstrinsik ekspresif, kritik dari penulis karya terhadap prilaku manusia, pengenalan beberapa budaya Minangkabau, dan pengalaman pribadi Navis. Selain itu penelitian selanjutya dilakukan oleh Galang Garda 2020 dengan judul “Alam Takkambang Jadi Guru Pandangan Hidup Minangkabau Dalam Novel Kemarau Karya Navis”. Penelitian ini fokus dalam pembuktian realitas-realitas yang terdapat di dalam objek karya. Ada beberapa jenis realitas yang tercantum seperti pembahasan di atas. Realitas tersebut antara lain letak geografis yang relefan dengan salah satu kota di pulau Sumatra. Penggunaan kata dan gelar bagi laki-laki Minangkabau, misalnya saja sutan’. Sedikit reka adegan tradisi pinang-meminang bagi orang-orang Minangkabau. Otoritas Wali Negeri selaku Kepala Desa di lingkungan suku Minang. Terakhir adalah membicarakan soal sistem ijon’, yakni sistem pembagian hasil dari sistem kerja tradisional di Minangkabau. Sedangkan penelitian ini mengacu pada perbandingan dua novel yaitu novel Kemarau karya Navis dengan novel The Dry karya Jane Harper yang difokuskan pada komparasi nilai yang terkandung dalam kedua novel tersebut. Adanya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan dengan judul yang sama, namun berbeda dalam pengarang menyampaikan pesan. Perbandingan karya sastra ini peneliti membandingkan karya sastra indonesia dengan karya sastra luar negeri. Bertujuan bahwa setiap SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 pengarang memiliki ciri khas yang berbeda-beda, maka dari itu upaya dilakukan dengan adanya penelitian ini bertujuan supaya pembaca dapat memahami setiap alur yang dikisahkan, serta adanya perbandingan yang sangat menarik, dan pesan secara implisit yang berbeda-beda, alur cerita yang dibuat rumit oleh penulis membuat karya sastra tersebut sangat menarik untuk dibaca. METODE Pada penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif dapat memberikan data secara alamiah serta dengan adanya sifat penafsiran secara alamiah dan penafsiran yang berbeda-beda. Terutama pada novel Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu Sugiyono, 201830. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode sebagai paradigma interpretif dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai sesuatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna, dan hubungan gejala bersifat interaktif Sugiyono, 201813. Penelitian ini mengangkat dua karya sastra yang akan dibandingkan dengan kajian sosiologi sastra. Menurut Soejono Sukanto dalam Wiyatmi 2013 6-7 Sosiologi secara umum mempelajari mengenai jenis gejala-gejala sosial. Sosiologi sastra adalah ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non sosial. Hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial berupa gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral. Metode yang digunakan dalam menganalisis novel Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper yaitu metode kualitatif deskriptif. Pada metode ini merupakan prosedur penelitian yang dapat menghasilkan data deskriptif berupa uraian. Sumber data yang digunakan pada penelitian ini ialah buku Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper, kedua karya tersebut dipilih karena identik judul yang memiliki arti kekeringan, dan adanya nilai moral yang terkandung pada kedua novel tersebut. Sumber data dalam penelitian ini yaitu terdiri dari dua sumber. Sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer dalam penelitian ini diambil dari novel Kemarau karya Navis dan novel The dry karya Jane Harper. Sedangkan pada sumber data sekunder merupakan pelengkap data terlengkap yang digunakan dalam penelitian ini. seperti artikel, jurnal, situs internet yang berkaitan dengan objek penelitian. Teknik pengumpulan data pada novel Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper, dengan menggunakan teknik 1 membaca novel Kemarau karya Navis dan novel The dry karya Jane Harper, 2 teknis pustaka seperti dokumen, internet, buku, catatan, dan lain sebagainya. SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 Kemudian penulis dapat membandingkan karya pertama dan karya kedua, dengan mengulas adanya perbedaan dari kedua karya tersebut serta membuat table perbandingan pada novel Kemarau karya Navis dengan novel The dry karya Jane Harper. Adapun Langkah analisis data pada penelitian ini yaitu a. Membaca novel Kemarau karya Navis dengan novel The dry karya Jane Harper. b. Menafsirkan keseluruhan teks novel Kemarau karya Navis dengan novel The dry karya Jane Harper. c. Mencatat untuk mengelompokan persamaan dan perbedaan novel Kemarau karya Navis dengan novel The dry karya Jane Harper. d. Membuat kesimpulan dari hasil penelitian dan analisis data dalam novel Kemarau karya Navis dengan novel The dry karya Jane Harper. PEMBAHASAN Hasil pembahasan dalam penelitian ini yaitu adanya perbandingan karya sastra, serta nilai sosial yang terkandung pada karya sastra tersebut. Pada novel “Kemarau” karya Navis dengan novel “The Dry” karya Jane Harper sangat berbeda, namun mengenai unsur sosial. Pada unsur sosial peneliti membandingkan karya sastra dengan penulis lokal, lalu dibandingkan dengan penulis luar negeri. Nilai moral merupakan perilaku baik atau buruknya seseorang pada lingkungan sekitar, yang berdampak pada nilai kehidupan terutama pada kalangan sosial. Pada nilai moral dalam novel Kemarau karya Navis dengan The dry karya Jane Harper memiliki pesan moral serta dapat melihat pentingnya iman yang kuat dalam berperilaku dalam keluarga maupun lingkungan sosial. Pada novel “kemarau” karya Navis, menceritakan mengenai pola pikir masyarakat di kampung dengan usaha dalam mencapai sesuatu dan hubungan dengan sesamanya. Pada tokoh dan penokohan, tokoh Sutan duano merupakan orang yang taat akan agama dan juga seseorang yang rajin dan bijaksana, tokoh Gudam ialah orang yang pemberani, serta percaya diri dan mudah terpengaruh. Tokoh Acin ialah anak yang patuh pada orang tua. Pada novel Kemarau, alur cerita mengenai konflik terhadap kekeringan yang melanda, serta misteri yang terjadi akibat adanya kekeringan. Pada novel tersebut, memiliki nilai moral bagi pembacanya. Nilai moral yang terkandung memilki makna tersendiri, untuk saling membantu, serta gotongroyong untuk menyelesaikan masalah. Adanya pemikiran yang logis sebelum bertindak. Pada judul novel tersebut, sangat jelas memilki arti kemarau. Memilki halaman yang cukup tebal. Alur cerita memilki keunikan tersendiri. Novel Kemarau karya Navis, bukan novel terjemahan. Sedangkan pada novel kemarau, menceritakan musim kemarau yang berkepanjangan. Novel Kemarau, menggambarkan adanya SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 kekeringan yang melanda pada sebuah daerah, namun dengan kekeringan secara alamiah. Sedangkan pada novel kemarau, cocok pada semua kalangan. Karena tidak adanya unsur tragis pada alur cerita. Novel “Kemarau” karya Navis menceritakan mengenai seorang laki-laki yang berusia 50 tahun, lalu datang pada sebuah perkampungan bertujuan untuk merubah pola pikir masyarakat serta kehidupan masyarakat kampung. Laki-laki yang bernama Sutan duano berusaha mengubah pola pikir masyarakat yang membeku, serta pola pikir masyarakat yang masih berpikiran bahwa tidak ada gunanya usaha dan selalu putus asa. Berdampak setiap anggota masyarakat kurang terjalin. Nilai-Nilai Sosial dalam novel “Kemarau” Dalam penelitian ini, penulis memaparkan beberapa nilai-nilai sosial dalam novel “Kemarau” karya Navis, yaitu sebagai berikut 1. Nilai hakikat hidup manusia. Pada analisis ini, mengenai bagaimana masyarakat menganggap hidup itu buruk sehingga mencoba memperbaiki taraf kehidupannya dengan sebuah usaha baru. 2. Nilai hakikat hubungan manusia dengan alam sekitar. Pada analisis ini, sangat terlihat jelas bahwa hakikat manusia dengan alam sekitar sangat erat. “Buat apa kita payah- payah mengangkut air danau. Entah lusa, entah sebentar lagi tuhan menurunkan hujan. Sebagai petani, kita telah mengerjakan sawah kita. Kemudian kalau sawah itu kering karena hujan tak turun, tuhan lah yang punya kuasa kita sebagai umatnya, lebih baik menyerah dan berserah diri”. Pada kutipan di atas, sangat terlihat jelas bahwa manusia dengan alam tidak bisa dipisahkan. Nilai-Nilai Sosial dalam Novel “The Dry” Pada penelitian ini, penulis dapat memaparkan nilai-nilai sosial dalam novel “The Dry” karya Jane Harper, yaitu sebagai berikut 1. Nilai hakikat hidup manusia Pada analisis ini, mengenai hakikat hidup manusia yang terdapat pada novel The Dry sangat tidak ada, bahkan sifat memanusiakan manusia pun tidak ada, adanya pembunuhan pada keluarganya sendiri. Hal ini mengakibatkan kurangnya nilai sosial terhadap hakikat hidup manusia. 2. Nilai hakikat hubungan dengan manusia dengan sesamanya, pada novel The Dry karya SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 Jane Harper tidak ada sama sekali, hanya mengenai dendam yang harus dibalaskan, pada dasarnya manusia sangat membutuhkan manusia yang lainnya, namun pada tokoh Falk berbeda. Pada novel The Dry, alur cerita mengenai konflik antara keluarga. Pada novel tersebut mengenai misteri adanya pembunuhan terhadap saudaranya sendiri. Pada novel tersebut memilki nilai moral bagi pembacanya. Nilai moral yang terkandung memiliki makna tersendiri untuk saling menyayangi sesama saudara dan saling melindungi. Pada judul novel tersebut, memilki arti kekeringan/kemarau. Memiliki halaman yang cukup tebal. Alur cerita memilki keunikan tersendiri. Novel The Dry Karya Jane Harper, merupakan novel terjemahan. Pada novel tersebut, menceritakan misteri adanya pembunuhan yang secara terus menerus. Novel The Dry menggambarkan bahwa kekeringan pada novel tersebut merupakan, kekeringan pada iman, serta emosi yang tidak terkontrol. Kekeringan tersebut secara unsur biologis pada setiap tokoh yang diceritakan. Pada novel tersebut, tidak cocok untuk semua kalangan, karena adanya unsur tragis pada setiap alur cerita. Pada hasil pembahasan ini, peneliti hanya melihat unsur alur cerita secara keseluruhan, serta menjelaskan setiap karya tersebut. Adanya perbandingan yang sangat terlihat pada, alur cerita, maupun kisah yang ada pada perbandingan karya sastra tersebut sangat bertolak belakang, namun dengan adanya perbandingan karya sastra kita dapat melihat nilai moral yang terkandung dalam setiap perbedaan yang ada. Perbandingan dapat dilihat pada table berikut ini Tabel 1. Perbedaan Alur dan Kisah Novel The Drya dan Novel Kemarau Novel The Dry Karya Jane Harper, merupakan novel terjemahan. Novel Kemarau karya Navis, bukan novel terjemahan. Pada novel tersebut, menceritakan misteri adanya pembunuhan yang secara terus menerus. Sedangkan pada novel kemarau, menceritakan musim kemarau yang berkepanjangan. Novel The Dry menggambarkan bahwa kekeringan pada novel tersebut merupakan kekeringan pada iman, serta emosi yang tidak terkontrol. Kekeringan tersebut secara unsur biologis pada setiap tokoh yang diceritakan. Novel kemarau, menggambarkan adanya kekeringan yang melanda pada sebuah daerah, namun dengan kekeringan secara alamiah. Pada novel tersebut, tidak cocok untuk semua kalangan, karena adanya unsur tragis pada setiap alur cerita. Sedangkan pada novel kemarau, cocok pada semua kalangan. Karena tidak adanya unsur tragis pada alur cerita. SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 Tabel 2. Persamaan Alur dan Kisah Novel The Drya dan Novel Kemarau Pada novel The Dry, alur cerita mengenai konflik antara keluarga. Pada novel tersebut mengenai misteri adanya pembunuhan terhadap saudaranya sendiri. Pada novel tersebut memilki nilai moral bagi pembacanya. Pada novel Kemarau, alur cerita mengenai konflik terhadap kekeringan yang melanda, serta misteri yang terjadi akibat adanya kekeringan. Pada novel tersebut, memiliki nilai moral bagi pembacanya. Nilai moral yang terkandung memiliki makna tersendiri untuk saling menyayangi sesama saudara dan saling melindungi. Nilai moral yang terkandung memiliki makna, untuk saling membantu, gotong-royong untuk menyelesaikan masalah. Serta pemikiran yang logis sebelum bertindak. Memilki halaman yang cukup tebal Memilki halaman yang cukup tebal. Alur cerita memilki keunikan tersendiri. Alur cerita memilki keunikan tersendiri. Pada novel “The Dry” karya Jane Harper, merupakan novel yang sangat misterius bagi pembacanya penuh dengan misteri, banyaknya hal-hal palsu dan kebohongan dalam novel tersebut. Pada novel “The Dry” karya Jane Harper mengenai tragedi pembunuhan yang penuh dengan misteri, dalam keluarga adanya kebohongan, serta pengkhianatan. Sebuah kisah yang memiliki alur campuran, maju dan mundur. Pemilihan latar waktu dan tempat membuat pembaca tetap merasakan Susana misteri, Jane Harper berhasil membuat imajinasi pembaca sampai dengan alur cerita yang diberikan. SIMPULAN Kesimpulan pada penelitian ini, bahwa novel “Kemarau” karya Navis dan novel “The Dry” karya Jane Harper adanya persamaan mengenai nilai sosial, serta adanya kesamaan pada judul novel. Namun terlepas dari itu tentunya banyak sekali perbedaan yang terjadi. Pada proses membandingkan sebuah karya sastra lokal dengan karya sastra luar, sangat berbeda. Unsur sosial pada karya lokal lebih bisa terarah, sebaliknya dengan unsur sosial pada novel luar lebih nyata. Pada kedua karya tersebut sangatlah memiliki pesan yang tersirat di dalamnya, terutama pada unsur sosial. Setiap penulis memilki gaya serta ciri khasnya masing-masing. Maka dari itu dengan adanya perbandingan karya sastra kita menjadi tahu bahwa setiap penulis memilki daya Tarik sendiri untuk menghasilkan sebuah karya, dan dengan adanya perbandingan kita mengetahui persamaan yang ada pada karya yang dibandingkan. DAFTAR PUSTAKA Agus Nuryatin, Suseno, Ayu Oktafiyani. 2017. Transformasi Makna Simbolik Mihrab Pada Novel Ke Filma Dalam Mihrab Cinta Karya Habiburrahman El Shirazy Kajian Ekranisasi. Jurnal Unnes. 6 3. 2017. SeBaSa Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Mei 2022 Anggradinata. 2020. Model Kajian Sastra Bandingan Berperspektif Lintas Budaya Studi Kasus Penelitian Sastra di Asia Tenggara. 2020, 79-81. Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta Balai Pustaka. Dipiwarawiri. 2017. Review Buku The Dry kemarau. buku/indonesia-dan- terjemahan/38- review-buku-the- dry-kemarau-jane- harpe. Diakses tanggal 03 November 2021. Faruk. 2017. Pengantar Sosiologi Sastra dan Strukturalisme Genetik sampai Post-modernisme. Yogyakarta PUSTAKA PELAJAR. Firdauzi Nur Sita, Hana Septiana Jamal, Dian Hartati. 2021. Kajian Sastra Banding Dengan Novel Salah Asuhan Dengan Novel Layla Majnun Pendekatan Psikologi Sastra. 2021, Vol 5, 2. Galang Garda Sanubari, Titik Maslikatin, Heru Saputra. 2021. Kajian Ekspresif Terhadap Novel Kemarau Karya Navis. 2021, Vol 22, 24-31. Guru, A. T. J., Hidup, P., Kemarau, M. D. N., & Navis, K. A. Humaniora Dan Era Disrupsi. Vol. 1, No. 1, Oktober 2020. Harper, Jane. 2017. The Dry. Edisi Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama Autralian. Ilahi, Resmi. Analisis Nilai-Nilai Sosial Novel Kemarau Karya Navis Dalam Tinjauan Sosiologi Sastra, 1-24/. Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Edisi 11, Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Navis, 2003. Kemarau. Edisi 6. Grasindo. Jakarta. Nurhasanah, Een. 2014. Pengantar Kajian Kesusastraan. Karawang Diktat. Nursalim, M. P., Aryani, A., & Hayati, E. 2020. Bahasa Indonesia. Ratna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta PustakaPelajar Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bandung Alfabeta. Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung Alfabeta. Wiyatmi. 2013. Sosiologi Sastra. Jakarta Kanwa Publisher. ... Novel bersifat imajinatif dan berfungsi sebagai penghibur bagi para penikmat atau pembaca oleh seluruh kalangan Nitami & Hartati, 2022. Gambaran kehidupan manusia dalam suatu zaman dapat tersajikan pada novel sehingga terlihat seperti realita masyarakat. ...Shabrina Amelia Mubiina AHNur Aini PuspitasariPenelitian ini bertujuan untuk menjelaskan kritik sastra psikologi dalam mengungkapkan kecenderungan untuk aktualisasi, pengembangan diri manusia dewasa. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan teknik analisi isi. Pendekatan yang digunakan teori kritik sastra psikologi Carl Rogers. Analisis data dilakukan dengan mencatat kutipan dalam novel Relung Rasa Raisa yang mengandung kritik psikologi sastra, mengumpulkan data berdasarkan instrument penelitian yang telah ditemukan ke dalam tabel data dan terakhir menganalisis data yang sudah dipilah berdasarkan teori Carl Rogers. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu analisis kejiwaan pada novel Relung Rasa Raisa karya Lea Agustina Citra meliputi; 1 konsep aktualisasi diri berupa mewujudkan cita-cita tokoh 2 pengembangan konsep diri berupa tokoh mampu menerima kondisi yang terjadi 3 Konsep manusia dewasa pada novel ini yaitu Raisa dapat menjalani kehidupan dan memanfaatkan peluang yang ada dengan tekad kuat. Adapun kritik terhadap novel Relung Rasa Raisa yaitu terdapat pada kecenderungan untuk mengaktualisasi tokoh Raisa yang sudah tidak mempelajari bahasa Jerman karena kecewa atas diri sendiri. Lalu pengembangan konsep diri pada Raisa yang mudah berbohong karena terdapat pengaruh dari orang tua. Manusia dewasa pada novel ini terdapat penilaian pada tokoh Raisa yang tidak mampu mengelola emosi dengan cara mengepalkan tangan dan labil dalam Kunci Kritik Sastra, Novel Relung Rasa Raisa, Psikologi SastraFirdauzi Nur SitaHana Septiana Jamal Dian HartatiSastra lahir dari masyarakat, kemudian besar, dan berkembang di masyarakat. Sastra bukan hanya dinikmati dari keindahannya saja, bentuknya, isinya, pentasnya, alunan-alunan yang mengirinya. Melainkan sastra dapat meninjau seberapa jauh manusia berekspresi, melihat dan merasakan kesamaan dan perbedaan sudut pandang, dan makna sastra itu sendiri tiada berbatas zaman, serta melibatkan segala macam ilmu. Sastra Bandingan merupakan cabang ilmu sastra yang mengkaji karya sastra dalam beragam bentuk, fungsi, dan makna. Artikel ini mencoba meninjau dari aspek Psikologi Sastra akan dua karya sastra yang dibandingkan yakni novel yang berjudul "Salah Asuhan" karya Abdul Moeis dengan novel yang berjudul "Layla Majnun" karya Syaikh Nizami. Teori psikologi yang digunakan ialah teori Sigmund Freud 1923, ada tiga unsur kepribadian dalam teori psikoanalisis yaitu Id, Ego, dan Superego. Id merupakan sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Saat dilahirkan, id berisi semua aspek psikologi yang diturunkan seperti insting, impuls, dan drives. Dari id ini kemudian muncul ego dan superego. Ego beroperasi mengikuti prinsip realita. Sedangkan, superego berkaitan dengan kekuatan moral dan etika dari kepribadian yang beroperasi, memakai prinsip idealistik, sebagai lawan dari id dan ego. Tinjauan ini dimaksudkan guna meneliti kejiwaan atau psikologis tokoh utama dari kedua novel tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah dua novel di di atas. Sampel di sini adalah ujaran narasi ataupun ujaran dari tokoh kedua novel tersebut. Hasil penelitian ini berupa ujaran narasi atau ujaran tokoh utama yang berkenaan dengan id, ego, dan superego pada kedua novel tersebut yang kemudian dideskripsikan dengan interpretasi. Kata Kunci kajian bandingan, psikologi sastra, salah asuhan, layla majnunAsia DiTenggaradi Asia Tenggara. 2020, 79-81. Sastra Sebuah Pengantar RingkasSapardi DamonoDjokoDamono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta Balai T J GuruP HidupM D N KemarauK A NavisGuru, A. T. J., Hidup, P., Kemarau, M. D. N., & Navis, K. A. Humaniora Dan Era Disrupsi. Vol. 1, No. 1, Oktober Dry. Edisi Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama AutralianJane HarperHarper, Jane. 2017. The Dry. Edisi Terjemahan. Gramedia Pustaka Utama NurgiyantoroNurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Edisi 11, Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Navis, 2003. Kemarau. Edisi 6. Grasindo. NurhasanahNurhasanah, Een. 2014. Pengantar Kajian Kesusastraan. Karawang Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta PustakaPelajar SugiyonoNyoman RatnaKuthaRatna, Nyoman Kutha. 2013. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta PustakaPelajar Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bandung Penelitian Pendidikan Pendekatan KuantitatifSugiyonoSugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung Alfabeta.
CERPEN'Robohnya Surau Kami' A.A. NAVIS A. Analisis Unsur Intrinsik Cerpen 'Robohnya Surau Kami' Unsur intrinsik merupakan unsur yang membentuk penciptaan karya sastra dari dalam. Unsur ini berupa tema, amanat, latar, alur, penokohan, titik pengisahan, dan gaya. Unsur intrinsik yang ada dalam cerpen „„Robohnya Surau Kami‟ ‟ - Robohnya Surau Kami adalah kumpulan cerita pendek yang mengantarkan Navis meraih ketenaran di dunia sastra. Awalnya, cerpen ini terbit perdana pada tahun 1955 melalui majalah cerpen tersebut dimasukkan ke dalam buku kumpulan cerpen Navis yang diterbitkan Penerbit NV Nusantara di tahun 1956. Dengan oplah sekitar 3 ribu eksemplar, buku itu sampai naik cetak hingga 11 kali pada tahun 1961. Penerbitan kumpulan cerpen Navis lantas diambil alih penerbitannya oleh Penerbit Gramedia Pustaka Utama di tahun 1986. Dan, buku tersebut tetap laku keras dan beberapa kali dicetak ulang. Mengutip situs Ensiklopedia Kemdikbud, kumpulan cerpen Navis awalnya berisi 8 judul cerpen yaitu 1 Robohnya Surau Kami; 2 Anak Kebanggaan; 3 Nasihat-Nasihat; 4 Topi Helm; 5 Datangnya dan Perginya, 6 Pada Pembotakan Terakhir; 7 Angin dari Gunung; dan 8 Menanti Kelahiran. Pada edisi kedua yang diterbitkan PT Gramedia, ditambahkan lagi dua cerpen Navis yang berjudul Penolong dan Dari Masa ke Masa. Sinopsis Robohnya Surau Kami Dalam kumpulan cerpen Robohnya Surau Kami terdapat 10 cerpen dengan ringkasan cerita seperti berikutRobohnya Surau KamiCerpen pertama berjudul Robohnya Surau Kami. Di dalamnya berisi kisah penjaga surau yang taat beribadah namun memilih mengakhiri hidup dengan bunuh diri. Penyebabnya yaitu dia menerima sindiran dari seorang pembual bahwa hidup tidak diridhoi Allah jika hanya beribadah tapi meninggalkan amal KebanggaanCerpen kedua berjudul Anak Kebanggan. Cerpen ini bercerita tentang seorang ayah yang ingin anak laki-laki mendapat kesuksesan dengan mengharapkannya menjadi dokter. Tapi, impian itu melayang saat anaknya meninggal ketiga berjudul Nasihat-nasihat. Pada cerpen ini diceritakan terdapat orang tua yang hidup lama dengan segudang asam-manis kehidupan. Dia merasa tahu segalanya. Suatu kali orang tua ini menafsirkan kisah cinta Hasibuan pada seorang gadis yang baru dikenal di atas bus. Orang tua tersebut mengatakan jika gadis itu kurang sopan dan meminta Hasibuan menjauhinya. Ternyata justru sebalik, si gadis adalah orang baik, sopan, dan HelmCerpen keempat berjudul Topi Helm. Di dalamnya dikisahkan perlakuan sewenang-wenang masinis kereta api pada bawahannya yang menjadi tukang rem gerbong bernama Pak Kari. Pak Kari sangat menghargai topi helmnya. Suatu kali Pak Kari bersalah telah lalai meninggalkan tugas mengerem gerbong kereta api. Penyebabnya, topi helm miliknya jatuh dan dia turun ke bawah gerbong padahal kereta perlu direm. Walhasil masinis marah dan membakar topi itu. Hal ini membuat Pak Kari merasa dendam. Dia lalu melempar bara api panas ke muka masinis saat berada di gerbong kereta dan PerginyaCerpen kelima adalah Datangnya dan Perginya. Diceritakan seorang ayah tidak menggubris anak-anak dari salah seorang istrinya. Saat menua, dia memperoleh surat dari anaknya untuk hadir berkunjung bertemu menantu dan cucunya. Meski awalnya muncul sikap angkuh, malu, dan bersalah, dia pergi juga memenuhi undangan itu. Lalu, dia bertemu mantan istrinya yang ternyata membuka rahasia mencengangkan. Anaknya yang bernama Masri menikahi Arni, yang tidak lain masih satu keturunan beda ibu. Sontak si ayah marah karena mantan istrinya tidak memberitahukan kekeliruan itu pada Masri. Keduanya lalu berdebat. Sang ayah lantas mengalah dan pulang tanpa menemui kedua Pembotakan TerakhirCerpen keenam bertajuk Pada Pembotakan Terakhir. Inti cerita yaitu mengisahkan Maria yang memperoleh perlakuan kejam dari neneknya. Padahal, Maria adalah anak yatim yang memerlukan dari GunungCerpen ketujuh adalah Angin dari Gunung. Cerpen ini bercerita tentang pertemuan dua mantan kekasih yang sudah berpisah selama 9 tahun. Bedanya dengan dulu, si gadis kini cacat namun tetap bersemangat menjalani hidup dengan mengabdikan diri untuk menjaga KelahiranCerpen kedelapan yaitu Menanti Kelahiran. Diceritakan terdapat pasangan muda yang menunggu lahirnya anak pertama. Suatu kali mereka ditipu orang yang menyamar sebagai pembantu rumah tangga. Orang itu berlagak melarat sehingga menimbulkan iba di hati pasangan tersebut. Dia dipekerjakan namun akhirnya mencuri barang-barang di rumah. Sang istri merasa syok yang memicu kontraksi rahim dan membuat si bayi lahir dalam keadaan kesembilan berjudul Penolong. Cerita cerpen ini seputar peristiwa kecelakaan kereta api di Batang Anai. Korban sangat banyak mengingat saat ini kereta api dipenuhi penumpang. Salah seorang penumpang bernama Sidin ikut membantu menyelamatkan korban. Dia bersusah payah ikut meringankan penderitaan orang lain saat Masa ke MasaCerpen terakhir adalah Dari Masa ke Masa. Cerpen ini dibuat berdasarkan pengalaman pengarang sewaktu masih muda. Di zaman dahulu banyak orang tua yang meminta anaknya untuk meminta nasihat pada orang tua-tua sebelum melakukan sebuah pekerjaan yang dianggap penting. Namun, kebiasaan itu berbeda dengan sekarang. Anak-anak sekarang malas bertanya dan meminta nasihat orang tua. Mereka tidak menampakkan kemajuan dan kurang inisiatifnya. Biografi Navis Ali Akbar Navis merupakan kelahiran Kampung Jawa, Padang Panjang, Sumatera Barat pada 17 November 1924. Dia meninggal dunia 22 Maret 2003 di Padang setelah mengalami sakit. Kepergiannya membawa duka bagi sang istri, Aksari Yasin, dan ketujuh anaknya yang terdiri dari Dini Akbari, Lusi Bebasari, Dedi Andika, Lenggogini, Gemala Ranti, Rinto Amanda, dan Rika Anggraini. Navis adalah sastrawan yang mendapat julukan "pencemooh nomor wahid" dan "sastrawan satiris ulung". Gelar tersebut sesuai dengan gaya penulisan Navis dan penggambaran karakter tokoh-tokoh kritis pada karya-karyanya. Para tokoh ini memberikan sikap kritis terhadap berbagai persoalan hidup. Robohnya Surau Kami adalah cerpen pertamanya yang memberikan sindiran tajam pada pelaksanaan kehidupan beragama. Karyanya ini telah mengguncang penikmat sastra Indonesia. Gaya kritis Navis tampak pula pada novel Kemarau 1967 dan cerpen berjudul Jodoh. Navis merupakan lulusan Perguruan Indonesche Nederlandsche School INS Kayutanam di tahun 1946. Dia saat itu telah bekerja sebagai pabrik porselen di Padang Panjang pada tahun 1944 - 1947. Dia lantas diangkat sebagai Kepala Bagian Kesenian, Jawatan Kebudayaan Sumatera Barat di Bukittinggi pada 1955 -1957. Navis pernah menjadi Pemimpin Redaksi Harian Umum Semangat pada 1971 - 1972. Lantas, dia mulai fokus sebagai anggota DPRD Sumatera Barat periode 1971 - 1982. Usai purna tugas jadi anggota DPRD, dia mundur dari dosen luar biasa di Fakultas Sastra, Universitas Andalas. Semenjak itu, Navis mulai mencurahkan pikiran untuk menulis. Dia selalu termotivasi dengan pertanyaan setelah membaca buku karya Hamka yakni "orang lain bisa menulis, mengapa saya tidak?"Baca juga Bagaimana Kuntowijoyo Meramu Sejarah dan Sastra Sekaligus? Sinopsis Novel Bumi Manusia Karya Pramoedya Ananta Toer Robohnya Surau Kami dan Navis yang Dianggap Mengejek Islam - Sosial Budaya Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Alexander HaryantoDalamnovel "kemarau", banyak ditemukan proses reduplikasi total seperti kata-kata di bawah ini: (1) Lepau-lepau (2) Bintang bintang (3) Taman-taman (4) Orang-orang (5) Bendar-bendar Dari contoh reduplikasi total diatas memiliki fungsi sebagai pembentuk jamak. Sementara bentuk reduplikasi parsial terdapat pada contoh berikut (6) Memilin-milin
Pendekatan objektif merupakan suatu pendekatan yang hanya menyelidiki karya sastra itu sendiri tanpa menghubungkan dengan hal-hal di luar karya sastra. Kritik objektif mendekati karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri bebas dari penyair, audience, dan dunia yang mengelilinginya! Kritik itu menganalisis karya sastra sebagai sebuah objek yang mencukupi dirinya sendiri atau hal yang utuh, atau sebuah dunia dalam dirinya otonom, yang harus ditimbang atau dianalisis dengan kriteria “intrinsik” seperti kompleksitas, keseimbangan, integritas, dan saling hubungan antara unsur-unsur pembentuknya. Dalam artian, pendekatan objektif ini sama halnya dengan menganalisis unsur-unsur intrinsik dalam suatu novel. Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang dapat ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan di dalam karya sastra atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Berdasarkan uraian tersebut penulis bermaksud membahas tema yang terkandung dalam novel Kemarau karya AA. Navis. Tema adalah gagasan makna dasar umum yang menopang sebuah karya sastra sebagai struktur semantis dan bersifat abstrak yang secara berulang-ulang dimunculkan lewat motif-motif dan biasanya dilakukan secara ekplisit. Penafsiran terhadap tema harus dilakukan berdasarkan fakta-fakta yang ada yang secara keseluruhan membangun cerita itu. Dimulai dari memahami tokoh utama yang biasanya “dibebani” tugas membawakan tema. Dalam sebuah cerita fiksi, lazimnya ada tokoh utama, konflik utama dan tema utama. Ada keterkaitan yang pada antara ketiganya. Pelaku atau pemilik konflik utama pasti adalah tokoh utama, dan disitulah umumnya letak tema utama. Melalui tokoh utamanya yaitu sutan Duano, penulis hendak memberikan gambaran mengenai sosok yang memiliki sifat dan karakter pekerja keras. Sutan Duano dikisahkan sebagai tokoh yang mempunyai niat dan semangat untuk mengubah kerangka berpikir warga kampung sekitar tempat tinggalnya. Ia berjuang untuk megubah watak masyarakat yang terbiasa menyerah pada takdir daripada bekerja keras `melawan nasib` guna memperbaiki kehidupannya. ”Hanya seorang petani saja berbuat lain. Ia seorang laki-laki sekitar 50 tahun. Badannya kekar dan tampang orangnya bersegi empat bagai kotak dengan kulitnya yang hitam oleh bakaran matahari. Pada ketika bendar-bendar tak mengalir lagi, sawah-sawah mulai kering matahari masih bersinar maraknya tanpa gangguan awan sebondong pun, diambilnya sekerat bambu. Lalu disandangnya di kedua ujung bambu itu. Dan dua belek minyak tanah dan digantungkannya di kedua ujung bambu itu. Diambilnya air ke danau dan ditumpahkannya ke sawahnya. Ia mulai dari subuh dan berhenti pada jam sembilan pagi. Lalu dimulainya lagi sesudah asar, dan berhenti waktu magrib hapmpir tiba. Dan beberapa kali mengangkut tak dilupakannya mengisi kedua kolam ikannya. Untungnya sawahnya yang luas itu tidak begitu jauh dari tepi danau. Laki-laki itu bernama Sutan Duano.” Navis, 20031-2. Melalui penggalan cerita Sutan Duano digambarkan secara jelas sebagai tokoh yang baik hati, pekerja keras, kreatif dan pantang menyerah. Kreatif, “... diambilnya sekeret bambu, lalu disandangnya di kedua ujung bambu itu. Diambilnya air ke danau dan ditumpahkannya ke sawahnya.” Navis, 1992 2 Pekerja keras, “... sisa umurnya dihabiskan dengan bekerja keras.“ Navis, 1992 3 Baik hati, “... disegani oleh semua orang. Tapi bukan karena kayanya. Melainkan karena kebaikan hatinya, dipercaya dan suka menolong setiap orang yang kesulitan.” Navis, 1992 5 Pantang menyerah, “Untuk kedua kalinya usaha Sutan Duano Kandas. Tapi, ia belum mau mengalah begitu saja.” Navis, 1992 15 Berdasarkan penggalan cerita tersebut maka sudah sangat jelas bahwa pengarang memang menempatkan sosok Sutan Duano sebagai sosok yang patut dicontoh dan dijadikan pendobrak paradigma tradisional yang hanya mengandalkan keyakinan di luar ajaran agama dan lebih memilih pasrah pada takdir ketimbang berusaha bekerja agar nasib dapat menjadi lebih baik. Kondisi masyarakat yang masih tradisonal dan memegang keyakinan di luar ajaran agama terlihat dalam Bab 1 tatkala pengarang membuat deskripsi latar cerita awal. ”Dan setelah tanah sawah mulai merekah, mulailah mereka berpikir. Ada beberapa orang pergi ke dukun, dukun yang terkenal bisa menangkis dan menurunkan hujan, Tapi dukun itu tak juga bisa berbuat apa-apa setelah setumpuk sabut kelapa dipanggangnya bersama sekepal kemenyan. Hanya asap tebal yang mengepul di sekitar rumah dukun itu terbang ke sawang bersama manteranya. ... Mereka pergilah setiap malam ke mesjid mengadakan ratib, mengadakan sembahyang kaul meminta hujan. Tapi hujan tak kunjung turun juga.” Navis, 2003 1. Dengan kondisi masyarakat yang demikan, Sutan Duano hadir sebagai pelopor dan contoh yang patut diikuti, meskipun pada praktiknya Sutan Duano malah dianggap gila karena menyimpang dari kebanyakan orang. Padahal yang dilakukan Sutan Duano adalah bukti semangat dan kerja keras yang tidak mau berpangku tangan pada nasib yang dialami. Pengarang menggunakan Sutan Duano sebagai profil ideal gambaran pribadi yang mempunyai niat dan semangat mengubah hidupnya di tengah lingkungan dan zaman yang tak bersahabat. Kerajinannya bekerja secara rutin dan teratur dengan memiliki agenda kegiatan dan jadwal yang tersusun dalam pikiran dan pola kebiasaan hidupnya terungkap dalam diri tokoh Sutan Duano meski hal itu sering tidak sejalan dengan keadaan lingkungan sosialnya. Misalnya ketika dia mempunyai idealisme mendidik hidup sehat. ”Kolam ikan yang kecil diperbaikinya. Disemainya anak ikan di dalamnya, lalu dibuatnya pula sebuah kakus umum di teopib kolan itu agar orang berak di sana dan ikannya mendapat makan. Dan sebidang tanah yang berbatu-batu di kaki bukit, di mana sebelumnya tak seorang pun berselera mengolahnya meski musim lapar itu, dimintanya untu dikerjakan.”Navis, 2003 3 Sikap dan perjuangan Sutan Duano sebenarnya merupakan cara pengarang mendidik masyarakat agar mengubah budaya perilaku yang tidak produktif sesuai dengan tuntutan zaman. Budaya yang hampir semua terlalu berkesan malas dan apa adanya tanpa adanya perbuhan menjadikan sosok Sutan Duano sebagai pedobrak budaya yang kurang baik. Termasuk budaya birokrasi yang terjadi dalam cerita tersebut yang coba diubah oleh Sutan Duano. ”Di waktu itulah Sutan Dunao memulai suatu kehidupan baru. Beberapa bidang sawah yang terlantar diminta izin pada yang punya untuk dikerjakan. Sapi-sapi yang tak terrgembalakan lagi ditampungnya dengan perjanjian sedua.” Navis, 2003 5 Sikap dan perbuatan yang semula mendapat cacian dan hinaan akhirnya membawa hasil yang positif sehingga masyarakat pelan-pelan mengakuinya. Tiada usaha yang sia-sia, itulah yang mungkin diajarkan pengarang lewat tokoh Sutan Duano. Meskipun diawal begitu banyak cacian dan keraguan terhadapnya Sutan Duano tetap pada pendiriannya yang akhirnya membuatnya diakui dan disegani oleh penduduk sekitar. Sutan Duano juga digunakan oleh pengarang untuk mengubah sistem pinjam-meminjam uang serta budaya yang tak baik. ”Tapi Sutan Duano sudah termasuk jadi orang yang berada di kalangan rakyat di kampung itu. ... Karenanya ia sudah menjadi orang yang berarti dan disegani oleh semua orang. Tapi bukan karena kayanya. Melainkan karena kebaikan hatinya, dipercaya, dan suka menolong setiap orang yang kesulitan. Lambat-lambat ia jadi pemimopin di kalangan petani untuk mengerjakan sawah. ... Sistem ijon diusahakannya melenyapkannya dengan meminjamkan uangnya sendiri tanpa bunga.” Navis, 2003 6 Begitu banyak hal yang dilakukan Sutan Duano sehingga nampak dengan jelas, tokoh tersebut ingin menyadarkan kita tentang begitu banyak hal yang mestinya kita lakukan dan meninggalkan hal-hal yang kurang bermanfaat dan tak berguna. Penggambaran sifat dan karakter tokoh yang begitu jelas digambarkan pengarang baik lewat tingkah lakunya maupun dari uraian yang disampaikan langsung oleh pengarang melalui ceritanya telah memberikan penulis gambaran dengan jelas mengenai tema yang mungkin ada dalam novel Kemarau. Seperti, sifat kerja keras dan pantang menyerah, pembaharu dalam suatu tatanan kehidupan. Dari kemungkinan tema yang ada penulis masih harus mengkaji lebih dalam mengenai tema utama yang ada dalam novel Kemarau karena “untuk menemukan tema sebuah karya fiksi, ia harus disimpulkan dari keseluruhan cerita, tidak hanya berdasarkan bagian-bagian tertentu saja” . Setelah penulis menguraikan mengenai tokoh utama yang memberikan gambaran mengenai tema, selanjutnya penulis uraikan pula konflik yang terjadi dalam cerita. Jika konflik utama tersebut berhasil ditemukan, secara garis besar cerita fiksi yang bersangkutan sudah dapat dipahami, sehingga konflik utama merupakan modal penting untuk sampai pada penemuan tema. Permasalah yang menjadi pertama diangkat adalah masalah kemarau yang begitu panjang sehingga membuat sawah menjadi kering dan hasil panen tidak maksimal. Hal inilah yang kemudian menggerakan Sutan Duano mengajak masyarakat bergotong royong mengangkut air dari danau untuk mengairi sawah, namun hal tersebut ditolak, yang pada akhirnya berbuntut panjang mengiringi alur cerita yang dilandaskan dari musim kemarau berkepanjangan dan sikap pasrah para penduduknya. Tak tahu lagi Sutan Duano kepada siapa dia akan pergi. Wali Negeri yang jadi pemerintah di kampung itu sudah didatanginya. Yang punya sawah terluas sudah. Orang yang paling berpengerauh dikalangan petani, sudah. Ia yakin, kemanapun ia akan pergi, tentu ia akan mendapatkan sambutan yang sama. ... satu-satunya jalan bagi Sutan Duano ialah memberi contoh bagaimana mernjadi petani yang baik.” Navis, 2003 17 Tindakan Sutan Duano tersebut kemudian mendapat celaan, banyak orang yang menggap Sutan Duano sudah gila, namun tidak dengan Acin. Anak seorang janda yang justru kemudian memunculkan masalah baru. Masalah demi masalah menimpa tokoh utama, yang pada akhirnya mengungkap semua latar belakang dari Sutan Duano yang merupakan seseorang yang memiliki masa lalu kelam. Dari banyaknya konflik penulis memberikan kesimpulan bahwa masa lalu tokoh utama menjadikan tokoh utama selalu berada dalam masalah. Misalnya, keterkaitan antara masa lalu tokoh yang membuat tokoh enggan untuk beristri lagi menimbulkan banyak masalah, seperti adanya gosip mengenai Sutan Duano dengan Gudam, Sutan Duano dengan Saniah. “`Bapak naik jendela Mak malam-malam. Etek Saniah bilang,` kata Acin menantang. Terengah Sutan Duano mendengar kata anak itu. Ia tidak marah. Tidak pula mencoba meyakinkan Acin. Ia hanya terpulun oleh pikirannya sendiri. Dari mana anak itu bisa berpikir seburuk itu. Dan mengapa Saniah sampai berani berkata yang tidak-tidak. Apa maksud perempuan itu sebenarnya? Ia tak dapat memahami fitnah yang dilontarkan perempuan itu. Akirnya dilemparkannya pikirannya dari perempuan itu.” Navis, 2003 55 Diakhir cerita, masa lalunya begitu sangat memberikan masalah tatkala anak dari istri pertamanya menikah dengan anak dari istrinya yang lain. Aku tak tahu kau mengandung waktu itu, Iyah kalau ku tahu...” kata Sutan Duano dengan lemah ........ kini anak yang ku kandung itu, itulah Arni, istri Masri. Menantumu”.... Meskipun masalah yang menimpa tokoh utama begitu banyak dan pelik, pada akhirnya pengarang menyudahi semuanya dengan situasi yang membuat semua menjadi lebih baik. Karena tema sebuah cerita tidak mungkin disampaikan secara langsung, melainkan hanya menumpang secara eksplisit melalui cerita. Unsur-unsur yang lain, khususnya yang oleh Stanton dikelompokan sebagai fakta cerita-tokoh,plot, latar- yang “bertugas” mendukung dan menyampaikan tema tersebut. Dalam sebuah cerita fiksi, lazimnya ada tokoh utama, konflik utama dan tema utama. Ada keterkaitan yang pada antara ketiganya. Pelaku atau pemilik konflik utama pasti adalah tokoh utama, dan disitulah umumnya letak tema utama. Berdasarkan pada tokoh utama yang digambarkan oleh pengarang yang memiliki sifat bekerja keras dan tidak mudah menyerah, maupun dari konflik-konflik yang pengarang jabarkan mulai dari masalah sifat masyarakat yang tidak mau berusaha, pasrah tanpa mau berjuang, masyarakat yang lebih percaya takhayul daripada berusaha, masalah mengenai masa lalu kelam tokoh utama yang menghantuinya, yang sebenarnya karena masa lalunya itu pula tokoh utama berada dikampung yang menjadi latar dari cerita tersebut, dan usaha pertaubatan seseorang. Maka penulis berkesimpulan bahwa tema pada novel Kemarau dilihat dari tokoh utama dan konflik adalah usaha pantang menyerah seseorang dalam mengubah hidupnya menjadi lebih baik dan sesuai dengan ajaran agama yang disyariatan. Tema ini merupakan sindiran pula bagi mereka yang terlalu mempasrahkan dirinya tanpa mau berusaha. Tema pada novel ini juga mengingatkan kita tentang ayat Al-Qur’an yang memiliki arti “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka QS Ar-Ra’d ayat 11 Karya A.A. Navis. Ringkasan Umum: Musim kemarau yang panjang telah membuat semua penduduk desa putus asa dan akhirnya menjadi bermalas-malasan untuk bertani. Tapi ada seorang bernama Sutan Duano, dia terus mengairi sawah dengan mengangkat air dari danau walaupun panas terik menyengat tubuhnya. Tapi penduduk desa tidak mengikuti tapi malah The Drought Novel by Navis is the object of this research. Tells the life of a middle-aged man who lives in a village. His desire to change the way people around him think about work and make sense of life is hampered by their nature and personal past. Explicitly this novel is like discussing the life of the main character. The reality behind it, culture, innuendo, and religious observance neatly packaged in it. Therefore from that novel that is able to load content in the form of reality and expression of the author, the researcher chooses Dynamic Structuralism as the study theory. Will be achieved in this article the approach used only from the perspective of the expressive approach. The method used is reading, recording, watching, recording data on film sources, and processing data. The results of this study resulted in the study of extrasic expressive Sasra works, criticism of the authors of the work on human behavior, the introduction of several Minangkabau cultures, and personal experiences of Navis Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SEMIOTIKA Volume 22 Nomor 1, Januari 2021 Halaman 24—31 URL E-ISSN 2599-3429 P-ISSN 1411-5948 24 KAJIAN EKSPRESIF TERHADAP NOVEL KEMARAU KARYA NAVIS NAVIS’ KEMARAU IN EXPRESSIVE APPROACH Galang Garda Sanubari1, Titik Maslikatin2*, dan Heru Saputra3 1Alumni Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember 2,3Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember *Correponding author titikunej Informasi Artikel Dikirim 11/8/2020; Direvisi 25/10/2020; Diterima 10/12/2020 Abstract The object of this research is a novel entitles Kemarau by Navis. It tells about the life of a middle-aged man who lives in a village. The purpose of this research describes the reality and expressions of the author in his works. The method used is descriptive qualitative. The analysis results show that the author, portrayed at the main character, wants to change people's lives and how perceiving work is collided by their personalities and past experiences. This novel is only explicitly discussing the life of the main character. The story is talking about culture, satire and religious obedience. The results of this research show in the extrinsic expressive assessment of literary works, the author's critics about the human behaviour, introduction to several Minangkabau cultures, and Navis' personal experience Keywords Dynamic Structuralism, Expressive, Kemarau Abstrak Novel Kemarau karya Navis yang menjadi objek penelitian ini bercerita tentang kehidupan seorang laki-laki paruh baya yang tinggal di sebuah kampung. Tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan realitas dan ekspresi pengarang dalam berkarya. Meode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan pengarang melalui tokoh utama berkeinginannya untuk mengubah cara pandang orang-orang di sekitarnya tentang kerja dan memaknai kehidupan yang terbentur oleh sifat mereka dan masa lalu pribadinya. Secara eksplisit novel ini seperti membahas kehidupan tokoh utama saja. Kenyataannya di balik itu, budaya, sindiran, dan ketaatan beragama dikemas dengan rapi di dalamnya. Maka dari itu penelitian ini menghasilkan pengkajian karya sasra secara ekstrinsik ekspresif, kritik dari penulis karya terhadap prilaku manusia, pengenalan beberapa budaya Minangkabau, dan pengalaman pribadi Navis Kata kunci Ekspresif, Kemarau, Strukturalisme Dinamik PENDAHULUAN Novel Kemarau karya Navis memiliki ciri khas kuat akan makna dan sindiran terhadap fenomena sosial. Latar musim kemarau berkepanjangan, mengungkapkan usaha tokoh bernama Sutan Duano untuk meyakinkan penduduk kampung agar mau bekerja keras melawan Kajian Ekspresif terhadap Novel Kemarau Karya Navis Galang Garda Sanubari, Titik Maslikatin, dan Heru Saputra 25 kekeringan. Proses penceritaan novel ini mengingatkan kita akan karya lain dari Navis Robohnya Surau Kami. Tidak jauh berbeda, maka kedua karya ini memiliki sindiran yang sama dan menjadikan pola kebiasaan masyarakat sebagai objek dari pengarang. Karya Navis ini, menggambarkan bagaimana penduduk kampung yang umumnya petani menghadapi musim kering yang telah merusak sawah mereka. Warga terlihat putus asa dengan kemarau yang tidak kunjung selesai, sebagai wujud usaha mereka menempuh berbagai cara sesuai dengan apa yang diyakini. Warga kampung melakukan sholat untuk meminta diturunkan hujan, bahkan meminta pertolongan dari orang pintar dukun juga telah dilakukan. Tidak ada hasil yang didapatkan. Selain usaha menurunkan hujan, tidak ada lagi usaha yang coba dilakukan warga untuk mengolah lahan persawahan. Hampir semua dari warga hanya pasrah dan memilih untuk tetap tinggal di rumah. Ketika orang-orang kampung mulai pasrah dengan keadaan, kemudian dimunculkan tokoh Sutan Duano sebagai wujud nyata kerja keras yang ingin digambarkan oleh Navis. Berdasarkan penjelasan mengenai latar belakang pemilihan objek karya sastra, judul karya sastra, biografi pengarang karya, dan gambaran singkat mengenai novel, maka dipilihlah teori Strukturalisme Dinamik sebagai alat pengkajian. Strukturalisme dinamik dipilih sebagai teori pengkajian karena pengungkapan nilai estetik sastra pada novel tersebut dalam pencarian ketegangan antara unsur intrinsik dan ekstrinsik cukup menarik untuk dikaji. Navis yang memang dikenal memiliki gaya bercerita yang meletup-letup dan kerap implisit dalam menyampaikan gagasannya disadari betul oleh penulis bahwa diperlukan suatu kajian yang memerlukan interpretasi khusus dari segi intrinsik maupun ekstrinsik. Keistimewaan novel ini ialah penyampaian sindiran yang dilakukan secara halus, cerita yang epik, dan mengandung makna-makna tersirat. Untuk mengkaji tegangan karya sastra dari segi intrinsik maupun ekstrinsik yang telah disebutkan di atas, penulis menggunakan teori lain sebagai alat bantu. Yakni teori “Universe Abrams”. Teori ini digunakan dengan 4 pendekatan karya sastra, yaitu objektif karya sastra, ekspresif pengarang, mimetik realita, pragmatik pembaca Teeuw, 1998189-190. Khusus pada artikel ini, peneliti tidak menggunakan keempat pendekatan milik Abrams. Pengkajiannya fokus pada pendekatan ekspresif yang mengungkapkan sudut pandang pengarang karya sastra. METODE Metode adalah suatu cara yang digunakan untuk memahami karya ilmiah. Penggunaan metode yang tepat akan berpengaruh pada keberhasilan penulisan sebuah karya ilmiah. Semi 19939 membagi metode penelitian menjadi dua jenis, yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif merupakan cara kerja penelitian yang menggunakan angka atau hitungan matematis sebagai jaln untuk mengumpulkan data, sedangkan kualitatif mengutamakan cara kerja berdasarkan analisis secara mendalam terhadap objek kajian secara empiris. Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan ekspresif. Metode kualitatif yang lebih spesifik digunakan yaitu deskriptif kualitatif. SEMIOTIKA, 221, 202124—31 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Novel Kemarau membangun suasana dimana kita dibawa untuk membayangkan kehidupan warga desa yang kolot dengan lagak kebahasaan Melayu mereka. Suasana Melayu khas daerah Sumatra Barat terbangun kuat dalam cerita. Penggunaan sebutan Sutan di depan nama lelaki menjadi contoh suasana yang dihadirkan Navis. Penggunaan kata Amakuntuk menggantikan “ibu” menjadi penguat lain latar sosial dalam novel. Satu hal lagi dan itu yang paling kuat adalah penyusunan struktur kalimat yang terasa berbeda dari Bahasa Indonesia secara aturan. Misalnya dialog berikut “Habis. Apa untungnya mengambil orang kampung lain jadi orang semenda kita, kalau tidak kuat tulangnya melunyah sawah. Entah rang mana dia, mana kita tahu. Entah di mana sakonya asal-usul, entah di mana pandan pekuburannya.” Kemarau41 Dialog di atas merupakan pembicaraan dari masyarakat desa yang penasaran akan siap itu Sutan Duano. Dia tidak diketahui asal usulnya. Tiba-tiba saja dia datang dan menempati surau. Padahal untuk lelaki yang berusia 40 tahun, tidak wajar jika tinggal di sebuah surau. Hanya orang tua dan sudah merasa sebentar lagi akan meninggal saja yang seharusnya mendiami surau. Tinggalnya dia di surau tidak lain juga untuk melakukan ibadah lebih banyak, karena mengingaat umurnya yang kian menua. Lain cerita dengan Sutan Duano. Laki-laki yang masih segar tanpa asal-usul yang jelas tiba-tiba datang untuk tinggal di dalam surau. Sebagai wujud untuk menunjukkan eksistensi bahasa Minangkabau, Navis menggunakan kata sako yang dalam novel Kemarau hal, 41 memiliki arti sebagai asal usul. Contoh lain yang melibatkan kebudayaan Minangkabau sebagai latar belakang penulis adalah sebagai berikut “Ah. Nantilah ngomong. Bagaimana kau?” sela orang yang di kanannya. “Aku pas.” “Bilang dari tadi. Omong ya omong. Main terus juga. Kan main bukan dengan mulut. “Apa kau suka dengan si Gudam maka marah saja padaku, ha?” “Kalau aku tidak satu suku dengannya, sudah kawin bujang dengn gadis aku dengannya,” kata orang itu seray mengempaskan batu dominonya. Kemarau 36 Ada tiga jenis perkawinan yang pantang dilakukan oleh orang Minangkabau. Salah satunya adalah perkawinan sesama suku. Mereka menilai bahwa perkawinan yang dilakukan oleh orang satu suku akan merusak sistem adat. Diketahui bahwa orang-orang Minangkabau menganut sistem matrilineal. Selain menunjukkan eksistensi bahasa dan budaya Minangkabau, Navis tidak lupa untuk menunjukkan peringatan kepada pembaca tentang hal yang menurutnya salah. Ekspresi penulis diwujudkan dengan munculnya Sutan Duano. Pola pikir tokoh tersebut menentang pemikiran- pemikiran sederhana warga desa. Lewat Sutan Duano dia berdakwah, menyampaikan nilai kehidupan, dan beragama yang menurutnya benar. Berikut salah satu pandangan orang-orang yang menurutnya tidak benar n gelar adat untuk laki-laki Minangkabau Rusmali dkk, 1985 n amak; amai; mande; biai; ampu; induak - jari ampu jari Adnan, 2004 Kajian Ekspresif terhadap Novel Kemarau Karya Navis Galang Garda Sanubari, Titik Maslikatin, dan Heru Saputra 27 “Tapi, orang tambah tercengan lagi karena sisa umurnya dihabiskannya dengan bekerja keras. Padahal, setiap orang yang mau mendiami sebuah surau adalah untuk menghabiskan umur tuanya sambil berbuat ibadah melulu, sembhayang, zikir, dan membaca Qur‟an sampai mata menjadi rabun. Memang itulah gunanya surau dibuat orang selama ini.” Kemarau3-4 Demikianlah menurut Navis mengenai pola pikir masyarakat, tentang orang yang sudah semakin tua dan tinggal di sebuah surau. Pendapat semacam itu tidak disukai olehnya. Dia menunjukkan dalam hampir seluruh penceritaan di dalam novel, bahwa tidak benar pola pikir demikian. Sebagai seorang pengkritik yang baik, Navis tidak hanya menyampaikan sesuatu yang menurutnya jelek saja. Dia juga menyampaikan solusi, sekaligus contoh hasil dari solusi tersebut. “Di waktu itulah Sutan Duano memulai suatu kehidupan baru. Beberapa bidang sawah terlantar diminta izin yang punya untuk dikerjakannya. ... Malam-malam ketika orang lagi asyik omong-omong di lepau atau mengikuti kusus, ia membenamkan dirinya mengikisi lumut kulit manis sampai tengah malam. Dan di samping itu ia telah mulai sembhayang dan mempelajari agama melalui buku-buku.” Kemarau6 “Tapi, Sutan Duano sudah termasuk jadi orang yang berada di kalangan rakyat di kampung itu. Ia sudah punya sepasang bendi, punya seekor sapi untuk membajak. Karenanya ia telah menjadi orang yang berarti, disegani oleh semua orang tapi bukan karena kayanya. Melainkan karena kebaikan hatinya, dipercaya, dan suka menolong setiap orang yang kesulitan.” Kemarau7 Menurutnya, kejayaan suatu nagari tidak tergantung pada luas maupun seberapa suburnya wilayah di sana. Melainkan aktivitas dari warganya masing-masing Navis, 1984120. Dia tidak juga menganjurkan manusia untuk pasrah dengan keadaan. Kemarau panjang adalah salah satu ganjalan besar warga desa untuk mengolah sawah. Solusi selalu dapat ditemukan dalam permasalahan sesulit apapun. Sebagai seorang manusia beragama, Navis cukup mengerti perihal ini. Pemahamannya soal agama juga dia selipkan beberapa kali di dalam cerita Kemarau. Agama bagi Navis bukanlah perantara atau alat untuk memperoleh sesuatu. Sering manusia menginginkan sesuatu, akan tetapi menggunakan agama sebagai landasannya. Ajaran yang digunakan untuk mengatur tata keimanan tidak patut digunakan sebagai alat. Apalagi hanya sebuah pemuas nafsu individual. Setidaknya itulah yang ingin dikatakan oleh Navis lewat kutipan berikut. “Kenapa tidak ada orang yang datang mengaji tadi?” tanya Sutan Duano kemarin sore pada seorang perempuan yang dijumpainya di jalan. “Kami malu,” jawab perempuan itu dengan sorotan mata yang minta maaf. “Malu? Pada siapa?” “Ya. Pada Guru.” “Kenapa?” “Kami perempuan di kampung ini suka pada Guru. Kami akan mengikuti segala yang Guru suruhkan. Tapi untuk mengangkut air danau untuk semua sawah itu, kami tidak SEMIOTIKA, 221, 202124—31 28 sepakat. Lain halnya kalau untuk sawah Guru seorang. Untuk menyiram sawah datuk Malintang yang pelit itu juga, kami tak mau.” Kemarau 60 ... “Sudah selama itu memberi pelajaran agama, hasilnya ternyata nihil. Perempuan di kampung itu hanya jadi pengikutnya, bukan pengikut ajarannya. Ia tidak suka pada pemujaan orang-orang, ia tidak suka sistem bapakisme yang sudah usang itu. Biarlah mereka tak lagi datang ke suraunya, katanya dalam hati. Kalau kedatangannya bukan karena hendak mempelajari agama.” Kemarau61 Navis menyindir keras agama yang hanya diperalat demi keinginan pribadi. Sindiran untuk perempuan-perempuan di kampung yang suka mengaji karena tertarik pada si Guru Sutan Duano. Mayoritas orang suku Minangkabau merupakan pemeluk agama Islam. Mereka juga dikenal memiliki kesetiaan akan agama dan budayanya. Kesetiaan mereka pada adat diungkapkan oleh mamangan hiduik dikanduang adaik, mati dikanduang tanah hidup dikandung adat, mati dikandung tanah. Maknanya adalah bahwa orang-orang Minangkabau sudah mengetahui di mana tempatnya dan tidak akan ada tempat lain Navis, 198486. Satu hal lagi yang tidak diinginkan oleh Navis lewat Sutan Duano. Membicarakan soal kebiasaan. Navis juga tidak luput mengungkapkan pendapatnya. Tampaknya, dia kurang setuju tentang beberapa kebiasaan . Berikut kutipan dialog yang menunjukkan sikapnya tentang kebiasaan “merantau”. “Sudah yakin benar Sutan akan berhasil lebih baik jika di kota?” tanya Sutan Duano setelah lama berpikir-pikir. “Keadaan nasib siapa yang tahu. “Jangan bermain judi dengan nasib, Sutan.” “Aku tidak bermain judi. Kalau di sini sangat sempit hidupku, mungkin di tempat lain Tuhan membukakan pintu rezeki selapang-lapangnya buatku.” “Di mana Sutan thau rezeki lebih lapang di kota daripada di sini?” ... “Di kampung ini pun setiap orang dapat memperbaiki nasibnya kalau ia giat.” Kemarau8-9 Lewat pernyataan Sutan Duano, Navis mencoba menyampaikan pendapat bahwa pergi ke kota bukan jaminan untuk menjadi sukses. Pergi ke tempat lain untuk mencari penghidupan, atau biasa kita sebut dengan merantau adalah kebiasaan dari masyarakat Minangkabau. Perbedaan pendapat Navis yang tidak sesuai dengan budaya Minangkabau tersebut bukan berarti dia tidak setuju sepenuhnya atas kebiasaan tersebut. Dia mencoba untuk menjelaskan pertimbangan tentang apa saja yang bisa terjadi. Merantau bukan satu-satunya cara untuk sukses. Bekerja di kampung halaman pun juga bisa sukses. Asalkan orang tersebut mau untuk bekerja keras. Sutan Duano adalah bentuk solusi dari Navis. Bukan hanya nasib yang tidak menentu keadaannya. Harmonisasi keluarga juga dapat terancam. Bagi seorang yang baru saja berangkat merantau, dapat dipastikan bahwa dia akan meninggalkan anak dan istrinya di kampung. Misalnya saja yang terjadi di dalam cuplikan cerita novel Kemarau berikut Kajian Ekspresif terhadap Novel Kemarau Karya Navis Galang Garda Sanubari, Titik Maslikatin, dan Heru Saputra 29 “Kami sama-sama bertani dulunya. Tapi kemudian ia merantau ke kota. Enam bulan ia baru di rantau, ia telah sanggup membelikan anak istrinya pakaian yang layak ketika ia pulang. Tapi aku, apa yang telah dapat kuberikan buat istriku, selain anak bertambah setiap tahun?” “Aku dengar si Mariman itu, selama ini di rantau tak pernah mengirimkan nafkah buat keluarganya.” Sutan Caniago terdiam. “Itu kan tak bisa dibanggakan. Sutan di sini selalu menghiraukan keluarga Sutan. Meski kain bajunya tak terbelikan, tapi nafkahnya Sutan urus. Itu kan sama saja apa yang diberikan si Mariman kepada istrinya.” Kemarau11 Seperti itulah ketakutan yang ada di pikiran Navis. Layaknya kebanyakan hal pada umumnya, merantau juga dapat menghadirkan efek baik dan buruk. Tinggal menunggu saja, efek mana yang lebih dominan. Jika orang pergi merantau kemudian dia sukses, itu merupakan hal yang bagus. Apabila yang terjadi justru sebaliknya, maka tidak beruntung orang tersebut. Memang hasilnya tidak dapat ditebak. Justru karena itulah Navis mengingatkan mereka tentang kerugian yang dapat mereka hadapi. Permasalahan ini dapat disikapi dari sudut pandang lain. Mempertaruhkan nasib terkadang juga membutuhkan perhitungan. Melihat sikap dan gaya pemikiran warga desa, tampak mengkhawatirkan jika mereka harus beradu pikiran dengan orang kota. Belum lagi jika nanati mereka harus menerima kenyataan untuk kembali ke kampung halaman. Bukan hanya budaya merantau yang dikritik oleh Navis. Dia juga mengkritik kegiatan lain yang menurutnya mubazir. Kegiatan tersebut adalah kenduri turun mandi. “Aku tidak suka uang setoran ditunggak. Itu sudah perjanjian kita. Dan aku sudah bilang berkali-kali.” “Itulah, Guru. Aku perlukan senja ini datang pada Guru untuk minta maaf. Uang setoran itu diambil istriku kemarin.” “Aku tidak suka uangku digunakan untuk kenduri yang mubazir itu. Agama kita tak ada menyuruhkan kenduri turun mandi itu. Malah haram hukumnya karena keduri itu Uwo sampai menipu uang orang lain.” Kemarau50 Navis berpendapat jika kegiatan tersebut tidak diajarkan oleh agama Islam. Selain tidak diajarkan, kegiatan tersebut dinilai mubazir. Apalagi dalam kasus di atas, supir bendi yang bekerjasama dengan Sutan Duano telah membohonginya. Kenduri yang mubazir dan dibiayai dengan uang hasil berbohong, maka haram hukumnya. Pendapat-pendapat tersebut perlu dibahas lebih rinci. Agama Islam yang tidak mengajarkan kenduri dan menurut Navis adalah kegiatan mubazir. Kenduri menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya. Kenduri pada mulanya bersumber dari kepercayaan animisme- dinamisme. Sebenarnya tujuan diadakannya hanya untuk mencari hubungan antara manusia dengan Tuhan Herusatoto, 200125. Sebagai bentuk akulturasi antara kepercayaan masyarakat lokal dengan ajaran agama Islam, umumnya kegiatan ini akan banyak ditemui di berbagai suku yang mayoritas beragama Islam. SEMIOTIKA, 221, 202124—31 30 SIMPULAN Berdasarkan data dan analisis di atas, pendekatan ekspresif pada novel Kemarau lebih mengarah kepada ekspresi pengarang untuk mengenalkan budaya daerahnya serta kritik sosial dan praktik keagamaan. Spekulasi seperti ini didasarkan pada isi konten di dalam cerita. Tidak terdapat satu pun bagian di dalam cerita yang mengungkapkan secara implisit maupun eksplisit soal pribadi penulis. Navis dengan tegas mengatakan bahwa untuk sukses tidak perlu merantau. Sukses bisa diperoleh di desa sekalipun, asalkan orang itu mau bekerja keras. Pendapat itu tidak hanya rekaan dari peneliti. Navis pernah mengatakan hal yang serupa ketika dia diwawancarai Kompas pada tanggal 12 Februari 1992. Dia juga menyampaikan pendapatnya soal beberapa poin kehidupan bergama. Lewat Sutan Duano, dia mengatakan jika membaca Al-Quran tanpa mengerti maknanya itu kurang pas. Kitab suci umat muslim ini tentu memiliki makna sendiri di balik kata-katanya. Akan tetapi, jika orang yang membacanya tidak mengerti maksudnya maka apa yang dapat dipraktekkan darinya. Pendapat ini diperkuat dengan contoh kasus di dalam novel. Ada seorang Buyayang mengajarkan tentang pratik zakat. Melihat dari cerita, terdapat kesalahan yang dilakukan oleh Buya tersebut. Seharusnya orang-orang tidak mampu yang harus menerima zakat. Tetapi justru Buya itu sendirilah yang mendapat bergoni-goni beras zakat. DAFTAR PUSTAKA Herusatoto, B. 2001. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta Hanindita Graha. MacIntyre, A. 1995. 'Is Patriotism a Virtue?'. Dalam Ronald Beiner ed.. Theorizing Citizenship. hlm. 208-229. Albany State University of New York Press. Nanda, dan Shofiyah, H. 2019. “Perlawanan Perempuan dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Tinjauan Feminisme Sosialis.” SENASBASA Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, 3 8. Navis, A. A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta PT Grafiti Pers. Navis, 2018. Kemarau. Jakarta PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Rusmali. 1985. Kamus Minangkabau-Indonesia. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Semi, 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung Angkasa Raya. Som, & Hasanah, F. 2007. “Representasi Femme Fatale dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan.” Poetika Jurnal Ilmu Sastra, 12. Tarigan, 2015. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung Angkasa. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pustaka Jaya. Kata sapaan islami kepada orang tua laki-laki; bapak atau KBBI Buya n - gelar ulama di ranah Minang; kiai adalah sebutan untuk seorang Kiai di Minang. Gelar ini biasanya diberikan kepada orang yang alim dalam ilmu agama. Kajian Ekspresif terhadap Novel Kemarau Karya Navis Galang Garda Sanubari, Titik Maslikatin, dan Heru Saputra 31 Widia diakses pada 1 Desember 2019, pukul ResearchGate has not been able to resolve any citations for this publication. Ferli HasanahABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk memaparkan karakteristik-karakteristik femme Fatale yang terdapat dalam novel Cantik Itu Luka. Melalui tokoh-tokoh perempuan yang berbeda, ciri-ciri tersebut dapat ditemukan. Dengan menggunakan konsep femme fatale dari Yvonne Tasker dan Edwards, lima tokoh perempuan, yaitu Dewi Ayu, Alamanda, Adinda, Maya Dewi, dan Si Cantik dapat dikategorikan sebagai femme fatale. Citra ini diperkuat juga dengan membandingkan ciri-ciri tersebut pada citra tokoh perempuan yang berbudi luhur. Simpulan akhir mengungkapkan bahwa pada diri tokoh-tokoh perempuan tersebut terdapat ambiguitas antara protagonis dan antagonis, femme fatale dan perempuan berbudi luhur. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada citra baru perempuan yang dibangun oleh dekonstruksi seksualitas pada novel kunci femme fatale, perempuan, seksualitasABSTRACTThis study aims to describe the characteristics of femme Fatale contained in the novel Cantik Itu Luka. Through different female characters, these characteristics can be found. Using the femme fatale concept of Yvonne Tasker and Edwards, five female characters, Dewi Ayu, Alamanda, Adinda, Maya Dewi, and Si Cantik, can be categorized as femme fatale. This image is also strengthened by comparing such characteristics in the image of a virtuous woman. The final conclusion reveals that in the female characters there is and ambiguity between the protagonist and the antagonist, the femme fatale and the virtuous woman. Thus it can be said that there is a new image of women built by the deconstruction of sexuality in this novelKeywods femme fatale, woman, seksualitySimbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta Hanindita GrahaB HerusatotoHerusatoto, B. 2001. Simbolisme dalam Budaya Jawa. Yogyakarta Hanindita Perempuan dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Tinjauan Feminisme SosialisD I NandaH ShofiyahNanda, dan Shofiyah, H. 2019. "Perlawanan Perempuan dalam Novel Cantik Itu Luka Karya Eka Kurniawan Tinjauan Feminisme Sosialis." SENASBASA Seminar Nasional Bahasa dan Sastra, 3 8.Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta PT Grafiti PersA A NavisNavis, A. A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru. Jakarta PT Grafiti Minangkabau-Indonesia. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan KebudayaanRusmaliRusmali. 1985. Kamus Minangkabau-Indonesia. Jakarta Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Pengajaran Bahasa dan Sastra IndonesiaA M SemiSemi, 1993. Rancangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung Angkasa dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pustaka JayaA TeeuwTeeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra, Pengantar Teori Sastra. Jakarta Pustaka Jaya. Widia diakses pada 1 Desember 2019, pukul Robohnya Surau Kami adalah kumpulan cerita pendek Sinopsis Novel "Kemarau" Karya Navis-Kemarau merupakan roman karya Navis yang pertama, yang diterbitkan pertama kali oleh Pustaka Jaya pada tahun petaui semakin merasa berputus asa atas musim kemarau panjang yang sedang menimpa negeri ini. Sawah dan ladang mereka sangat kering dan cuaca panas sangat menyengat tubuh. Keadaan itu membuat mereka tidak lagi mau menggarap sawah atau mengairi sawah mereka. Mereka hanya bermalas-malasan dan bermain kartu saja. Namun, ada seorang petani yang tidak ikut bermalas-malasan. Ia adalah Sutan Duano. Dalam keadaan kemarau panjang ini, ia tetap mengairi sawahnya dengan rnengangkat air dari danau yang ada di sekitar desa mereka sehingga padinya tetap tumbuh. Ia tidak menghiraukan panas matahari yang membakar tubuhnya. la berharap agar para petani di desanya mengikuti perbuatan yang ia lakukan. Ia juga berusaha memberikan ceramah kepada ibu-ibu yang ikut dalam pengajian di surau desa mereka. Namun, tak satu pun petani yang menghiraukan ceramahnya apalagi mengikuti langkah-langkah yang dilakukannya. Tampaknya, keputusasaan penduduk desa telah sampai pada puncaknya. Suatu hari ada seorang bocah kecil bernama Acin yang membantunya mengairi sawah sehingga keduanya saling bergantian mengambil air di danau dan mengairi sawah mereka. Penduduk desa yang melihat kerja sama antara keduanya bukannya mencontoh apa yang mereka lakukan, melainkan mempergunjingkan dan menyebar fitnah, bahwa sutan Duano mencoba mencari perhatian Gundam, ibu si bocah itu, yang memang seorang janda. Bahkan, seorang janda yang menaruh hati pada Sutan Duano pun kemudian mempercayai gunjingan itu. Gunjingan itu semakin memanaskan telinga Sutan Duano, tetapi ia tidak menanggapinya dan tetap bersikap tenang. Suatu hari ia menerima telegram dari Masri, anaknya yang sudah dua puluh tahun disia-siakannya. Anak itu memintanya pergi ke Surabaya. Dalam hatinya, ia ingin bertemu dengan anak semata wayangnya itu, namun ia tidak mau rneninggalkan si bocah kecil yang masih memerlukan bimbingannya. Setelah mempertimbangkan masak-masak, ia pun memutuskan pergi ke Surabaya. Sementara itu, para penduduk desa merasa kehilangan atas kepergiannya. Apalagi setelah mereka membuktikan bahwa semua saran yang diberikan oleh Sutan Duano membuahkan hasil. Mereka menyesal telah salah sangka terhadapnya. Sementara itu, sesampainya Sutan Duano di Surabaya, hatinya menjadi hancur ketika ia bertemu dengan rnertua anaknya. Ternyata mertua anaknya adalah Iyah, mantan istrinya. Ia marah kepada Iyah karena telah menikahkan dua orang yang bersaudara. Karena marahnya itu, Sutan Duano mengancam akan memberitahukan kepada Masri dan Arni. Namun, Iyah berusaha menghalanginya dengan memukul kepala mantan suaminya itu dengan sepotong kayu. Kalau saja Arni tidak menghalanginya, kemungkinan besar Sutan Duano tidak akan selamat. Melihat mantan suaminya bersimbah darah, Iyah rnerasa menyesal kemudian ia memberitahukan kepada Arni bahwa Sutan Duano adalah mantan suaminya. Betapa terkejutnya Arni mendengarnya. Ia kemudian menceritakan hal itu kepada Masri, sehingga mereka sepakat berpisah. Tak lama kemudian, Iyah meninggal dunia, sedangkan Sutan Duano pulang ke kampung halamannya dan menikah dengan Gundam.