Cutover 20180208 - Free ebook download as Excel Spreadsheet (.xls), PDF File (.pdf), Text File (.txt) or read book online for free. cutover huaweii
by Ibn Hakim Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj atau yang kerap disapa dengan panggilan Kang Said lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqiel Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Ja’far Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH. Ni’ Berdasarkan silsilah nasab KH. Said Aqil Siradj, beliau merupakan dzuriyah Rasullullah yang ke-32 dengan urutan nasabnya sebagai berikutNabi Muhammad SAWFatimah Az-ZahraAl-Imam Sayyidina HussainSayyidina Ali Zainal Abidin binSayyidina Muhammad Al Baqir binSayyidina Ja’far As-Sodiq binSayyid Al-Imam Ali Uradhi binSayyid Muhammad An-Naqib binSayyid Isa Naqib Ar-Rumi binAhmad al-Muhajir binSayyid Al-Imam Ubaidillah binSayyid Alawi Awwal binSayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah binSayyid Alawi Ats-Tsani binSayyid Ali Kholi’ Qosim binMuhammad Sohib Mirbath HadhramautSayyid Alawi Ammil Faqih Hadhramaut binSayyid Amir Abdul Malik Al-Muhajir Nasrabad, India binSayyid Abdullah Al-’Azhomatul Khan binSayyid Ahmad Shah Jalal Ahmad Jalaludin Al-Khan binSayyid Syaikh Jumadil Qubro Jamaluddin Akbar Al-Khan Al Husein binSayyid Ali Nuruddin Al-Khan Ali Nurul AlamSayyid Umdatuddin Abdullah Al-Khan binSunan Gunung Jati Syarif HidayatullahPangeran Pasarean Pangeran Muhammad Tajul ArifinPangeran Dipati Anom Pangeran Suwarga atau Pangeran Dalem Arya CirebonPangeran Wirasutajaya Adik Kadung Panembahan RatuPangeran Sutajaya Sedo Ing DemungPangeran Nata ManggalaPangeran Dalem Anom Pangeran Sutajaya ingkang Sedo ing TambakPangeran Kebon Agung Pangeran Sutajaya VPangeran Senopati Pangeran BagusPangeran Punjul Raden Bagus atau Pangeran Penghulu KasepuhanRaden AliRaden MuriddinKH. Raden NuruddinKH. Murtasim Kakak dari KH Muta’ad leluhur pesantren Benda Kerep dan BuntetKH. Said Pendiri Pesantren GedonganKH. SiradjKH. AqilProf. Dr. KH. Said Aqil Siradj Ketua PBNUKeluargaKH. Said Aqil Siradj melepas masa lajangnya dengan menikah Nyai. Nur Hayati Abdul Qodir. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya, Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Said Aqil Siradj kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. Dengan ayahandanya sendiri, ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri – Ayah Said – merupakan putra Kiai Siroj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda.“Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah Kebangsaan Khalista 2015.Setelah merampungkan mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon, dan umur dirasa sudah cukup, Kang Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH. Mahrus Ali, KH. Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH. Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat bermukim di Makkah, ia juga menjalin persahabatan dengan KH. Abdurrahman Wahid Gus Dur. “Gus Dur sering berkunjung ke kediaman kami. Meski pada waktu itu rumah kami sangat sempit, akan tetapi Gus Dur menyempatkan untuk menginap di rumah kami. Ketika datang, Gus Dur berdiskusi sampai malam hingga pagi dengan Bapak,” ungkap Muhammad Said bin Said Aqil. Selain itu, Kang Said juga sering diajak Gus Dur untuk sowan ke kediaman ulama terkemuka di Arab, salah satunya Sayyid Muhammad Alawi di Nahdlatul Ulama NUSetelah Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur “mempromosikan” Kang Said dengan kekaguman “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi,” puji Gus Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. “Kelebihan Gus Dur selain cakap dan cerdas adalah berani,” ujarnya, dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH. Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya. “Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi, seperti dikutip NU Online. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun di NUKarier KH. Said Aqil Siradj terhadap NU juga begitu besar. Karier tersebut, beliau telah memulainya sejak tahun 1994-sekarang. Perjalanan karier KH. Said Aqil Siradj sebagai berikutWakil katib aam PBNU 1994-1998Katib aam PBNU 1998-1999Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia GANDI 1998Ketua Forum Komunikasi Kesatuan Bangsa FKKB 1998-sekarangPenasehat Pusat Kajian Timur Tengah dan Islam UI 1998-sekarangWakil Ketua Tim Gabungan Pencari fakta TGPF Kerusuhan Mei 1998 1998Ketua TGPF Kasus pembantaian dukun santet Banyuwangi 1998Penasehat PMKRI 1999-sekarangKetua Panitia Muktamar NU XXX di Lirboyo Kediri 1999Anggota Kehormatan Matakin 1999-2002Rais syuriah PBNU 1999-2004Ketua Majelis Ulama Indonesia 2000-2005Ketua PBNU 2004-2010Ketua Umum PBNU 2010-2015 dengan Rais Aam KH. Sahal MahfudhKetua Umum PBNU 2015- sekarang dengan Rais Aam KH. Ma’ruf AminAnggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila 2017- sekarangKiprahSejak mahasiswa, Kang Said terlibat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama NU, di antaranya adalah menjadi Sekertaris PMII Rayon Krapyak Jogjakarta 1972-1974, Yogyakarta, dan menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa NU KMNU Mekah pada tahun 1983-1987. Selain menjadi pengurus organisasi, ia juga mempunyai kegiatan lainnya, menjadi tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah di tahun 1991Sekembalinya dari Timur Tengah, Kang Said makin aktif di tingkat nasional. Keahliannya dalam kajian keislaman, ia diminta menjadi dosen di berbagai kampus di dalam negeri. Di antaranya dia tercatat sebagai dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran PTIIQ, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 1995. Bahkan dua tahun kemudian ia menjadi Wakil Direktur Universitas Islam berkecimpung di dunia akademisi, Kang Said juga terlibat dalam dunia gerakan lintas agama dan anti driskiminasi dengan menjadi Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia Gandi.PenghargaanBerdasarkan The Moslem 500 yang diselenggarakan oleh The Royal Islamic Strategic Studies Centre Amman, KH. Said Aqil Siroj merupakan salah satu tokoh muslim paling berpengaruh di dunia. Peringkat beliau diantaranyaTahun 2010 menduduki peringkat ke-19Tahun 2011 menduduki peringkat ke-17Tahun 2012 menduduki peringkat ke-19Tahun 2017 menduduki peringkat ke-20Tahun 2018 menduduki peringkat ke-22Tahun 2019 menduduki peringkat Ke-20Tahun 2020 menduduki peringkat ke-19Tahun 2021 menduduki peringkat ke-18 Beliaulahir pada tahun 1906 di dusun Gedongan kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon Jawa Barat, ayah beliau KH Aly bin Abdul Aziz dan ibu beliau Hasinah binti Kyai Sa'id, KH. Mahrus Aly adalah anak bungsu dari sembilan bersaudara. l Kang Said atau yang memiliki nama lengkap KH. said Agil Siradj merupakan salah satu dari sekian banyak orang yang pernah menduduki ketua umum PBNU. Beliau lahir pada 03 Juli 1953, di Desa Kempek, Palimanan, Cirebon. Beliau merupakan putra kedua dari lima bersaudara, dari pasangan KH. Aqiel Sirodj dengan Hj. Afifah binti KH. Soleh Harun pendiri Pondok Pesantren Kempek. Saudara-saudara beliau diantaranya, KH. Ja’far Shodiq, KH. Muhamad Musthofa, KH. Ahsin Syifa dan KH. Ni’ Said Aqil Siradj melepas masa lajangnya dengan menikah Nyai. Nur Hayati Abdul Qodir. Buah dari pernikahannya, beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya, Muhammad Said Aqil, Nisrin Said Aqil, Rihab Said Aqil, dan Aqil Said Said Aqil Siradj kecil kemudian tumbuh dalam tradisi dan kultur pesantren. kepada ayahandanyalah, mula-mula ia mempelajari ilmu-ilmu dasar keislaman. Kiai Aqil sendiri merupakan putra Kiai Sirodj, yang masih keturunan dari Kiai Muhammad Said Gedongan. Kiai Said Gedongan merupakan ulama yang menyebarkan Islam dengan mengajar santri di pesantren dan turut berjuang melawan penjajah Belanda.“Ayah saya hanya memiliki sepeda ontel, beli rokok pun kadang tak mampu. Dulu setelah ayah memanen kacang hijau, pergilah ia ke pasar Cirebon. Zaman dulu yang namanya mobil transportasi itu sangat jarang dan hanya ada pada jam-jam tertentu,” kenang Kiai Said dalam buku Meneguhkan Islam Nusantara; Biografi Pemikiran dan Kiprah mengaji dengan ayahanda maupun ulama di sekitar Cirebon ia rampungkan, dan umur dirasa sudah cukup, Said remaja kemudian belajar di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur yang didirikan oleh KH. Abdul Karim Mbah Manaf. Di Lirboyo, ia belajar dengan para ustadz dan kiai yang merawat santri, seperti KH. Mahrus Ali, KH. Marzuki Dahlan, dan juga Kiai Muzajjad selesai di tingkatan Aliyah, ia melanjutkan kuliah di Universitas Tribakti yang lokasinya masih dekat dengan Pesantren Lirboyo. Namun kemudian ia pindah menuju Kota Mataram, menuju Ngayogyokarta Hadiningrat. Di Yogya, Said belajar di Pesantren Al-Munawwir, Krapyak dibawah bimbingan KH. Ali Maksum Rais Aam PBNU 1981-1984. Selain mengaji di pesantren Krapyak, ia juga belajar di IAIN Sunan Kalijaga, yang ketika itu KH. Ali Maksum menjadi Guru Besar di kampus yang saat ini sudah bertransformasi menjadi UIN sudah begitu, ia masih saja merasa belum puas belajar di dalam negeri. Ditemani istrinya, Nurhayati, pada tahun 1980, ia pergi ke negeri kelahiran Nabi Muhammad SAW Makkah Al-Mukarramah. Di sana ia belajar di Universitas King Abdul Aziz dan Ummul Qurra, dari sarjana hingga doktoral. Di Makkah, setelah putra-putranya lahir, Kang Said – panggilan akrabnya – harus mendapatkan tambahan dana untuk menopang keluarga. Beasiswa dari Pemerintah Saudi, meski besar, dirasa kurang untuk kebutuhan tersebut. Ia kemudian bekerja sampingan di toko karpet besar milik orang Saudi di sekitar tempat tinggalnya. Di toko ini, Kang Said bekerja membantu jual beli serta memikul karpet untuk dikirim kepada pembeli yang kecilnya di Tanah Hijaz juga sering berpindah-pindah untuk mencari kontrakan yang murah. “Pada waktu itu, bapak kuliah dan sambil bekerja. Kami mencari rumah yang murah untuk menghemat pengeluaran dan mencukupkan beasiswa yang diterima Bapak,” ungkap Muhammad Said, putra sulung Kang keteguhannya hidup ditengah panasnya cuaca Makkah di siang hari dan dinginnya malam hari, serta kerasnya hidup di mantan “tanah Jahiliyyah” ini, ia menyelesaikan karya tesisnya di bidang perbandingan agama mengupas tentang kitab Perjanjian Lama dan Surat-Surat Sri Paus Paulus. Kemudian, setelah 14 tahun hidup di Makkah, ia berhasil menyelesaikan studi S-3 pada tahun 1994, dengan judul Shilatullah bil-Kauni fit-Tashawwuf al-Falsafi Relasi Allah SWT dan Alam Perspektif Tasawuf. Pria yang terlahir di pelosok Jawa Barat itu mempertahankan disertasinya – diantara para intelektual dari berbagai dunia – dengan predikat Kang Said mendapatkan gelar doktor pada 1994, ia kembali ke tanah airnya Indonesia. Kemudian Gus Dur mengajaknya aktif di NU dengan memasukkannya sebagai Wakil Katib Aam PBNU dari Muktamar ke-29 di Cipasung. Ketika itu, Gus Dur mempromosikan Kang Said dengan kekaguman “Dia doktor muda NU yang berfungsi sebagai kamus berjalan dengan disertasi lebih dari 1000 referensi” puji Gus hari, Kang Said juga banyak memuji Gus Dur. “selain cakap dan cerdas, beliau juga sosok yang berani” ujarnya dalam Simposium Nasional Kristalisasi Pemikiran Gus Dur, 21 November 2011 lama akrab dengan Gus Dur, banyak kiai yang menganggap Kang Said mewarisi pemikiran Gus Dur. Salah satunya disampaikan oleh KH. Nawawi Abdul Jalil, Pengasuh Pesantren Sidogiri, Pasuruan, ketika kunjungannya di kantor PBNU pada 25 Juli 2011. Kunjungan waktu itu, merupakan hal yang spesial karena pertama kalinya kiai khos itu berkunjung ke PBNU – di dampingi KH An’im Falahuddin Mahrus Lirboyo. Kiai Nawawi menganggap bahwa Kang Said mirip dengan Gus Dur, bahkan dalam bidang ke-nyelenehan-nya.“Nyelenehnya pun juga sama,” ungkap Kiai Nawawi. “Terus berjuang di NU tidak ada ruginya. Teruslah berjuang memimpin, Allah akan selalu meridloi,” tegas Kiai Nawawi kepada orang yang diramalkan Gus Dur menjadi Ketua Umum PBNU di usia lebih dari 55 tahun menjadi mahasiswa, Kang Said terlibat aktif di organisasi Nahdlatul Ulama NU, di antaranya adalah menjadi Sekertaris PMII Rayon Krapyak Jogjakarta 1972-1974, Yogyakarta, dan menjadi Ketua Keluarga Mahasiswa NU KMNU Mekah pada tahun 1983-1987. Selain menjadi pengurus organisasi, ia juga mempunyai kegiatan lainnya, menjadi tim ahli bahasa Indonesia dalam surat kabar harian Al-Nadwah Mekkah di tahun 1991Sekembalinya dari Timur Tengah, bukan menjadi menurun, Kang Said malah makin aktif dalam dunia nasional. Keahliannya dalam kajian keislaman, membuatnya diminta menjadi dosen di berbagai kampus di dalam negeri. Di antaranya dia tercatat sebagai dosen di Institut Pendidikan Tinggi Ilmu Alquran PTIIQ, Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta pada tahun 1995. Bahkan dua tahun kemudian ia menjadi Wakil Direktur Universitas Islam hanya itu, Kang Said juga dipercaya menjadi Penasehat Gerakan Anti Diskriminasi Indonesia Gandi yang bergerak dalam raung lingkup lintas agama dan anti diskriminasidatabuku gramedia terbaru by zdazli. v. p data stock buku gramedia group n per 11 januari 2016 / i t product id_orin/ ejudul owner itemnowms m n pp books-l200291309 konskb119 ###sukarno&modernisme islam o gpu 615172001 615172001 s#aboutlove pp books-l204424847 i#antipacaran s#ngik:karena aku lelaki elex 715031844 715031844 gpu 615206009 gpu 203427199 gpu 615221025 pp books-l200852051 pp booksBiografi KH. Muhamad Said Gedongan-Gedongan adalah nama lingkungan pesantren sekaligus juga nama sebuah dusun/blok. Pesantren Gedongan adalah salah satu Pesantren tua yang ada di wilayah timur Cirebon, tepatnya berada di Desa Ender Kecamatan Pangenan Kabupaten Cirebon. Pada tahun 1990an, ketika Kecamatan Astana Japura dimekarkan pada tahun 2000an, Desa Ender termasuk didalamnya Dusun Gedongan masuk pada wilayah Kecamatan Pangenan. Berbicara mengenai Pesantren dan Dusun Gedongan, eksistensinya tidak dapat dipisahkan dari satu tokoh yang mendirikannya, adapun pendiri Pesantren Gedongan adalah KH Muhamad Said, Kiai asal Desa Tuk versi lain Pesawahan Sindanglaut Kabupaten Cirebon. Kiai Muhamad Said merupakan putra dari KH. Murtasim. Sebelum kedatangan KH Muhamad Said, Gedongan dikisahkan masih berbentuk hutan, Kiai Said sendiri datang ke daerah Gedongan diperkirakan pada tahun 1800an. Beliau datang bersama istri dan beberapa santri ayahnya yang sengaja ia bawa untuk membuka perkampungan Juga Kai Muhamad Said, Pendiri Pesantren GedonganMakam KH Muhamad Said GedonganIdentifikasi Masa Hidup KH. Muhamad SaidBelum ada kepastian mengenai kapan Kiai Said dilahirkan, hanya saja, berdasarkan catatan sejarah, bahwa salah satu anak KH Said, yang bernama KH Siraj dikisahkan lahir pada tahun apabila Kiai Said ketika anaknya lahir berumur 25-30 tahun, maka tahun kelahiran Kiai Said kira-kira antara tahun 1857/ masa hidup Kiai Said apabila umurnya mencapai 60 tahun, maka beliau hidup dari tahun 1857 hingga 1917, selanjutnya apabila beliau dilahirkan pada 1857, maka masa hidupnya dari tahun dari masa hidupnya Kiai Said, jelas bahwa masa hidup Kiai Said adalah pasca Perang Santri Perang Kedongdong 1806-1818, dengan demikian, masa hidup Kiai Said sebenarnya masa ketika Cirebon sudah berdamai dengan Belanda. Hanya saja memang dalam catatan sejarah, antara tahun 1913-1918 Cirebon sedang geger perang Santri Vs etnis Cina Tragedi Kucir 1913. Tidak diketahui secara pasti apakah Kiiai Said terlibat dalam peristiwa ini atau tidak, mengingat dalam sejarahnya banyak Para Kiai terkemuka yang terlibat dan menyetujui konflik dalam Tragedi Kucir 1913Silsilah KH Muhamad Said GedonganSecara silsilah, Kiai Said masih keturunan Nabi Muhamad, sebab nasab Kiai Said bersambung dengan Sunan Gunung Jati. Berikut ini adalah silsilah Kiai Said Gedongan menurut data yang penulis peroleh dari artikel "Silsilah KH. Said Aqil Siraj"."1 Muhammad Said Gedongan bin 2 KH Murtasim bin 3 KH Nuruddin bin 4 KH Ali bin 5 Tubagus Ibrahim bin 6 Abul Mufakhir Majalengka bin 7 Sultan Maulana Mansur Cikaduen bin 8 Sultan Maulana Yusuf Banten bin 9 Sultan Maulana Hasanuddin bin 10 Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati"Berdasarkan silsilah di atas, dapat dimengerti jika Kiai Said Gedongan adalah generasi kesepuluh dari keturunannya Sunan Gunung Jati Cirebon, Sultan Cirebon pertama sekaligus anggota wali Songo. Istri dan Anak KH Muhamad Said GedonganSelama hidupnya KH Muhamad Said dikisahkan hanya menikah satu kali dengan wanita yang bernama Nyai Hj Maimunah, yaitu kakak kandung dari Kiai Abas yang berasal dari Buntet Pesantren, dengan demikian istri Kai Said adalah putri dari KH Abdul Jamil bin Kiai Mutaa'd bin Mbah Muqoyim. Mengani anak-anak Kiai Said, penulis untuk sementara waktu hanya memperoleh tiga nama, yaitu 1 KH. Abdul Karim, dan 2 KH Siraj 3 Nyai Hasinah. Kelak baik anak dan cucu Kiai Siad banyak menjalin hubungan keluarga dengan beberapa Kiai ataupun pengasuh pesantren baik yang ada di Cirebon maupun di luar Cirebon seperti Pesantren Kempek, Bunten, Benda, Krapyak di Yogyakarta, Pesantren Lirboyo di Kediri dan lain sebagainya. Kedatangan KH. Muhamad Said ke GedonganAda beberapa versi seputar kedatangan Kiai Said ke Gedongan, akan tetap pada umumnya kedatangan Kiai Said kegedongan dikisahkan sambil membawa istri disertai dua orang pembantu dan 26 santri bapaknya yang bersedia mengabdi kepada Kiai Said untuk membuka perkampungan dan pesantren di suatu hutan, hutan yang dimaksud adalah semacam tanah perdikan hadiah dari Sultan oleh 26 santrinya itu, dibangun perkampungan yang nantinya disebut Gedongan. Dikampung itu pula Kiai Said mendirikan surau/tajug untuk tempat mengajarkan agama. Lambat laun Kiai Said banyak didatangi murid-murid baru hingga membentuk pesantren, selanjutnya anak cucu Kiai Said mendirikan pesantren di tempatnya masing-masing dalam wilayah dusun Gedongan sehingga jangan heran jika di Gedongan banyak sekali pesantren. Disana hampir setiap anak cucu Kiai Said mendirikan pesantrennya masing-masing. Wafatnya KH Muhamad SaidTidak ada penjelasan pasti mengenai bagaimana KH Muhamad Syaid wafat, akan tetapi banyak yang beranggapan jika KH Muhamad Said wafat secara normal karena usia. Setelah wafat Kiai Said dimakamkan di Komplek pemakaman dusun Gedongan. Makamnya hingga kini terus diziarahi oleh banyak orang, terutama para santri dari seluruh pesantren Gedongan, biasaya ziarah ke makamya dilaksanakan pada hari jumat. Baca Juga Ketika Pesantren Gedongan Ditipu Syihabuddin Tamim, Said, Abdullah, Syakilah dan Syahriyah12 Ayahanda Syekh Nawawi merupakan putra seorang ulama sekaligus juga penghulu dari Tanara bernama K.H. Umar.13Beliau dikenal sebagai sosok ulama yang memiliki pengetahuan Islam yang baik dan berkepribadian alim. Karena sosoknya yang alim itulah, K.H. Umar ditawarkan menjadi penghulu di Desa
KHSamanhudi No.3 Jl. KH Samanhudi No. 111 Mutihan Rt 06 Rw XI Jl. KH. Samanhuri No. 03 Jl. Veteran 263 Surakarta Sere Joyotakan 06/06 Jl. Arjuno Jt No. 06 Semanggi RT 08 RW 05 Kauman JL Vi II Solo Jl. Kartika 1 Jl Lingkar Utara KM 1 Jl. Rengroad Solo Utara Tambura Tengah 2/7 Banyuanyar Sekip RT 04/23 Jl. Sumpah Pemuda 31 Jl Dipomanggolo Banyu2T3Tr.